Tumpek Landep
adalah saat di mana Ida Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai “Pasupati”
atau “Siwa Pasupati” itu sebdiri. Dan purnama yuganing sang candra. Pasupati
itu terdiri dari pasu= binatang/kehidupan, pati=penguasa, jadi “Pasupati” adalah penguasa kehidupan/binatang,
binatang di sini melambangkan nafsu indria, maka jangan heran jika dalam gambar
dewa Siwa dhyana itu duduk dengan kulit harimau, artinya beliau mengajarkan
kepada kita dalam hidup harus menguasai panca indra, jangan kita dikuasai oleh
panca indra pemuas nafsu kita. Pada hari Tumpek Landep, Siwa sebagai Pasupati
menganugerahkan jnana atau ketajaman pikiran (landeping idep), ketajaman
perkataan(landeping wak), dan ketajaman perbuatan (landeping laksana). Pikiran
dipertajam dengan ilmu, tapa brata yoga Samadhi, perkataan ditajamkan dengan
menata pembicaraan, dalam filsafat jawa ada
istilah “ajining dhiri ono ing gebyaring
lathi” harga diri manusia ada pada kata-katanya. Perbuatan ditajamkan
dengan pergaulan, harmonisasi. dari
kelima hari ini ada kaitanya yaitu manusia diarahkan untuk melakukan penebusan
dosa, setelah dimurnikan maka diberikan ilmu pengetahuan pada hari Saraswati
dan pada tumpek landep yang berbarengan dengan purnama ditajamkan kembali.
Sepulang dari pura Bapak Ibu bisa melukat di rumah dengan tirta pasupati yang
telah disiapkan oleh panitia, yang berisi bunga, dan yang polos adalah tirta
amerta, atau Bapak Ibu bisa menggunakan air kelapa gading, karena di hari suci
purnama air kelapa gading diyakini akan dapat memberishkan segala kekotaran
batin baik diberi mantra maupun tidak.
Dalam lontar Agastya Parwa dijelaskan telah terjadi percakapan
anatara sang Dredasyu dengan Bagawan Agastya begini bunyinya: “ wahai Guru
mulia, Perbuatan mulia apakah yang membuat seseorang mencapai keutamaan hidup
baik di dunia maupun setelah mati?’ kemudian Bahgaan Agastya menjawab: wahai
Sang Drdhasyu, ada 3 hal yang memungkinkan seseorang mencapai keutamaan hidup,
adalah ulah, sabda dan ambek (perbuatan, perkataan dan pikiran), akibat yang
dihasilkan oleh pikiran lebih besar daripada perkataan, dan perkataan lebih
berat dari pada perbuatan, demikian juga sebaliknya dosa yang dihasilkan oleh
perbuatan yang disertai kesadaran pikiran lebih besar daripada yang tidak
menggunakan emosi pikiran. Untuk itu disaran seorang spiritual itu diharapkan
dapat berpikir baik. Pikiran itu tajam, bisa jadi teman bisa jadi lawan,
waspadalah, waspadalah!!!!
Kemudian
Bhagawan Agastya menambahkan lagi ada tiga hal lagi yang harus dipegang oleh
umat manusia yaitu: tapa, yajna dan krti,
tapa lebih ditekankan ke pengendalian indria, selalu seimbang walau dihina dan
dipuji, jangan kita senang lihat orang lain susah dan susah melihat orang lain
senang. Ini negative sekali. yajnya berarti korban suci yang tulus ikhlas, mari
kita lestarikan upakara yajna yang berlandaskan sastra suci sebagai bentuk
pelestarian dan pembumian ajaran Weda, yajnya sebagai kamdhuk atau sapi perahan
yang membuat hidup sejahtera, Karena dengan yajnya hujan dan kemakmuran itu
ada, di mana suatu daerah tidak ada yajnya maka daerah itu akan kering/tidak
subur. Penglingsir kita begitu agung mewariskan ajaran yajnya, seperti Mpu
Kuturan, Dhahyang Nirarta, Mpu Markandeya, dsb. Kemudian krti adalah perbuatan
baik dengan membangun fasilitas umum seperti pura, pasraman sekolah, dll, krti
bisa sebagai investasi karma. Ketiga hal
ini di masyarakat menimbulkan prawerti dan niwerti marga yang artinya bahwa jalan
jnana dan bhakti itu selalu ada dan berdampingan, jangan kita mengartikan bahwa
prawerti itu jalan bagi yang jnananya rendah, dan niwerti bagi yang jnananya
tinggi, di hadapan Tuhan semua sama yang membedakan adalah kualitas bhakti,
ikhlas dan tidaknya.
Berkaitan
dengan tumpek Landep dalam filsafat Jawa dijelaskan ada 3 hal yang harus
dipegang dalam hidup yaitu pinter bener dan kober, artinya kita harus mampu
mebedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan menggunakan pratyaksa,
anumana, dan sabda pramana. Kita harus berpegang pada dharma, sak beja-bejane
wong sing ora waspodo isih bejo wong kang eling lan waspodo. Kober artinya kita
mampu meluangkan waktu, setinggi-tingginya ilmu kita, maka endingnya harus
diabdikan.
Dalam hidup ada lima tanggung jawab sebagai manusia dalam
kehidupan sehari-hari sebagaimana diungkapkan dalam ajaran agama Hindu
(Filsafat Jawa) yaitu: 1.Ametuaken artinya manusia berkewajiban untuk melahirkan ide atau gagasan, ingatlah filsafat ilmu: digembol ora mendosol,
diguwak ora kemrosak artinya jika kita miliki akan membuat kita berkasrisma
apalagi kita menerapkanya, akan sangat bermanfaat. Yang kde-dua adalah Maweh Binojana yang artinya manusia wajib untuk mencari
makan dan memberi makan pada orang lain baik anak maupun teman, keluarga. Dalam
pustaka suci dijelaskan bahwa saat Tuhan menciptakan kamu dengan perut, maka
kewajiban kamu adalah makan. Ketiga Mitulung Urip artinya memberi
perlindungan kepada diri sedniri, keluarga bangsa dan Negara. Mangupadaya artinya manusia
wajib menuntut ilmu dan memberikan ilmu pada orang lain dan membekali anak
dengan ilmu. Sinangaskara artinya manusia berkewajiban untuk menyucikan lahir dan
batin sang Atman, keluarga, anak dan leluhur.
Persembahyangan pemujaan, persembhana bebantenan, dan prayascita semua hasil pikiran manusia yang tajam adalah adalah merupakan kegiatan Sinangaskara atau
penyucian bhuana alit dan bhuana agung yang menyebabkan
kemuliaan hidup. Ada 4 (empat)
tipe pemuja Tuhan yaitu Mereka yang menderita, Mereka yang ingin kekayaan, Mereka
yang ingin meningkatkan ilmu, dan Mereka yang bijaksana, Semuanya diterima oleh
Tuhan sebagai sebuah persembahan bhakti, jadi jangan sampai kita
membeda-bedakan umat yang dating ke pura
Kita semua berharap semoga melaui momentum Tumpek Landep
ini kita sebagai manusia mampu menajamkan pikiran perkataan, dan perbuatan,
sehingga kita menjadi manusia utama, tidak lupa juga kita berharap lebih bisa
memiliki pratyaksa, anumana dan sabda pramana sebagai ciri manusia Hindu yang
berwiweka, sehingga kita tidak mudah diadu domba dan menuruti nafsu indria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar