Batam-Pada
Hari Minggu, di Pura Agung Amertha
Bhuana tampak laki – laki setengah berjalan menenteng sebuah tas yang berisi
laptop. Kemudian beliau turun ke aula Pasraman Jnana Sila Bhakti untuk memberi
ilmu dan pengalamannya kepada siswa Pasraman asuhannya.
Siapakah
dia? Dia adalah I Wayan Catra Yasa, bapak dari dua orang anak yang dilahirkan
dari keluarga sederhana di pulau seribu pura yang sangat terkenal itu, yaitu
pulau Bali. Lahir di sebuah dusun Poyan, Luwus, Baturiti, Tabanan pada tanggal
13 Maret 1966. Saat ini I Wayan Catra Yasa menjabat Ketua Paruman Walaka
Parisada Hindu Dharma Provinsi Kepualauan Riau, dan juga duduk sebagai pengurus
dana tau anggota Sabha Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat. Beliau
juga penasihat dari lembaga agama/keagamaan Hindu di Kota Batam, Kepualuan
Riau.
I Wayan Catra Yasa mengawali Pendidikan Formalnya
di SD Negeri 03 Luwus, Baturiti, Tabanan-Bali, kemudian SMP Negeri I Baturiti,
Tabanan, Bali. Dilanjutkan di STM Negeri I Denpasar-Bali, kemudian S1 Sarjana Pendidikan
Fakultas Teknologi & Kejuruan IKIP Yogyakarta. Kemudian pendidikan S2
Magister Management di Universitas Terbuka. Pria
dari dua anak ini juga baru saja menyelesaikan gelar S-3 nya di Universitas
Negeri Jakarta (UNJ) dengan predikat Magna Cum Laude.
Setelah
proses belajar mengajar selesai, lelaki yang akrab dipanggil Pak Wayan Catra
ini langsung bergegas menuju ke atas untuk kembali pulang. Penulis tidak menyia
- nyiakan kesempatan yang sangat baik itu.
Penulis
berhasil mewawancarai I Wayan Catra Yasa terkait kiprahnya di Kota Batam dan
studi yang telah diselesaikannya. Berikut hasil wawancara penulis dengan I
Wayan Catra Yasa.
Tahun
Berapa Pak Wayan datang ke Kota Batam dan apa yang Bapak lakukan pertama kali?
Jawaban:
Saya
datang di Kota Batam pada tanggal 26 September 1991, Bekerja di Perusahaan
Amerika yaitu PT. Seagate technology. Sebenarnya perjalanan hidup ini
terinspirasi ketika mengawali studi di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada saat itu saya berkumpul dengan mahasiswa Hindu
lainnya dan bergabung dalam organisasi Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia yang
lebih kita kenal PERADAH. Setelah saya tiba di Kota Batam, waktu itu kondisi
Umat Hindu di Kota Batam masih sporadic, belum mengenal satu dengan yang
lainnya. Maka muncullah Inisiatif untuk berkumpul, bermusyarawah bagaimana cara
membangun umat dan ini akan membuahkan hasil di masa yang akan datang.
Yang
pertama saya lakukan adalah mengunjungi umat dari pintu ke pintu di Kawasan Industri
Muka Kuning, Umat Hindu di perhotelan. Ada juga teman - teman yang bekerja di
Sektor peternakan, BUMN dan lain sebagainya.
Dan
Pada Tahun 1993 kami mendirikan sebuah Yayasan Satya Dharma walau tidak lama
aktif. Tujuan mendapatkan lokasi mendirikan pura. Kemudian tahun 1994
mendirikan Yayasan Tirta Kamandalu dengan visi & misi untuk mendapatkan
perizinan lokasi pura.
Barulah
pada Bulan Mei Tahun 1995 mendirikan Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota Batam
bersama tokoh Hindu saat itu dimana waktu itu Kota Batam masih menjadi bagian
dari Prov. Riau.
Pada
Tahun 1998 ketika bapak Drs. Ismeth Abdullah menjadi Ketua Otorita Batam. Dan
perjuangan itu membuahkan hasil di mana pada tahun 1999 umat Hindu di Kota
Batam diberikan lahan pura di Kawasan Sei Ladi yang sekarang telah berdiri pura
dengan nama Pura Agung Amerta Bhuana
yang diresmikan oleh Menteri Agama RI yaitu Prof. Dr. Said Agil Husein Al
Munawar, MA, pada tanggal 16 juni 2004.
Setelah
umat Hindu memiliki rumah ibadah berupa pura, maka selanjutnya adalah mencari
strategi menciptakan kerukunan baik internal maupun eksternal.
Maka
pada tahun 1995 saya bergabung di Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota
Batam yang sekarang berubah nama menjadi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Kota Batam berdasarkan PBM No.9 dan 8 Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Saya pernah menjadi Sekretaris Umum FKUB Kota Batam sampai tahun 2017 dan
sekarang menjabat Ketua Bidang Penyiaran.
Saya
ingin berkiprah dan berperan menjaga Batam agar tetap kondusif. Kita ketahui bersama
bahwa Kota Batam bisa menjual aset Jasa dan para Investor sangat tergantung
suasana yang aman di Kota Batam. Kerukunan merupakan investasi yang berharga di
kota Batam. Jika kerukunan di Kota Batam terganggu maka investor tidak akan mau
menanamkan modal di Kota Batam. Tujuan dari masuknya saya di kepengurusan FKUB
juga Juga untuk pembinaan umat Hindu secara internal. Saya ingin menjadi sosok
mediator bagi umat yang lainnya (pendamai). Itulah alasan saya bergabung di FKUB. Singkat cerita
saya mengambil pendidikan program Doktor di Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).
Adapun
judul Disertasi yang saya buat adalah Pengaruh Budaya Keluarga, Pengelolaan
Konflik, Toleransi dan Kerukunan antar Umat Beragama Terhadap Stabilitas
kehidupan Masyarakat di Kota Batam.
Saya
ingin mengetahui jawaban dari hipotesa yang saya buat yaitu bagaimana tingkat
kerukunan umat beragama di kota Batam dalam hal menciptakan stabilitas
kerukunan di Kota Batam. Bagaimana masyarakat hidup, dan merasakan ketenangan,
aman, nyaman, tidak terganggu serta bebas melakukan aktifitas sosial.
Perihal
Pengelolaan konflik, hampir semua orang berpikir bahwa konflik itu dalam artian
phisik, bentrokan phisik. Maskud dari penelitian ini bukan bentrokan phisik,
tetapi lebih kepada bagaimana mengelola, menjaga kerukunanan, manajemen konflik
dimulai dari sebelum terjadi konflik, bukan setelah ada konflik terjadi
kemudian mengobati.
Sejarah
mencatat di tahun 2000 di Kota Batam memang pernah terjadi di mana masyarakat
saling membenci satu sama lain, menyebar fitnah, menghina, dan menjelekkan satu
dengan yang lainnya. Hal ini yang harus
kita cegah di masa sekarang dengan mengelola pendekatan persuasif kita. Saya
kira cukup jelas.
Fakta
yang kedua bahwa konflik yang terjadi di Kota Batam pada masa lampau itu
terjadi atas dasar pendirian rumah ibadah. Ini adalah alasan klasik, bukan
fanatisme umatnya tetapi permasalahan lahan yang menjadi pemicunya.
Di
Kota Batam perizinan lokasi lahan diberikan oleh Otorita Batam yang sekarang
berubah nama menjadi Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) tetapi Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dikeluarkan oleh Pemkot Batam.
Di komplek perumahan
banyak kita jumpai Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial. Banyak orang mendirikan
tempat ibadah di tempat umum (fasum) dan ada juga di ruko. Hal ini memicu
konflik, dan FKUB sering menangani konflik ini.
Dari
pengalaman inilah maka pengelolaan konflik sebelum konflik itu terjadi
sangatlah penting. Fakta selanjutnya adalah Pada tahun 2017 ini ternyata
masyarakat Kota Batam hidup rukun, hubungan antar umat beragama tidak ada
masalah. Yang menjadi masalah adalah pengalokasian lahan. Yang kedua politik
menjelang Pilkada.
Selanjutnya
adalah Pengaruh budaya keluarga terhadap stabilitas kehidupan masyarakat.
Semakin baik budaya keluarga maka akan semakin baik pula mengatasi konflik dan
mengatasi stabilitas. Di dalam budaya keluarga ada beberapa tingkatan.
Yang
pertama hubungan antara suami dengan istri, yang kedua adalah hubungan antara
ibu dengan anak, kemudian hubungan ayah dengan anak, dan yang terakhir adakah
hubungan antara anak dengan anak. Hubungan integritasi ini semuanya terjadi dalam sebuah keluarga. Kita
tahu bahwa keluarga adalah satuan masyarakat yang terkecil. Kualitas hubungan
dalam keluarga inilah yang akan mempengaruhi pribadi/personal untuk selanjutnya
akan berpengaruh pada bagaimana dia hidup dan berhubungan dengan masyarakat,
dengan tetangga, dengan umat beragama. Dan terbukti di Kota Batam suasananya
tetap kondusif. Masyarakat Kota Batam akan mengedepankan kondusifitasnya menuju
Kota Batam sebagai bandar dunia yang madani. Penelitian ini akan direkomendasikan
kepada pemerintah. Maka penelitian ini akan sangat berguna tidak hanya bagi
peneliti, tetapi juga bagi pengambil kebijakan strategis di pemerintahan.
Masyarakat
Kota Batam adalah masyarakat yang heterogen, masyarakat industry yang terdiri dari 6 (enam) agama. Dan Prov. Kepulauan Riau
mendapat urutan no 2 untuk tingkat nasional dalam hal kerukunan umat beragama.
Apa
Motivasi Pak Wayan Mengambil Program Study S-3?
Jawaban:
Di
manapun kita hidup, bekerja dan mengabdi kepada bangsa akan selalu ada
fenomena, paradigma yang baru bahwa kita berhadapan dengan orang dan masyarakat
Saya
mengambil program S3 jurusan ilmu Manajemen konsentrasi manajemen SDM. Walau
kita memimpin perusahaan, tetapi yang kita hadapi adalah manusia. Lalu
bagaimana pendekatan kita terhadap manusia yang lain? Kita harus mampu
mengelola dan menggunakan aset human
capital, human social, Inilah sebuah proses upgrade diri. Minimal kita bisa
menjadi contoh figure bagi keluarga. Saya berharap anak - anak saya bisa
terinspirasi minimal sama atau bisa lebih.
Yang
ketiga adalah kita harus menjadi diri kita sendiri, bukan menjadi orang lain.
Setelah menyandang Doktor minimal adalah perubahan laku behavior, bagaimana memimpin umat, memimpin masyarakat. Kita tidak
harus menjadi pemimpin formal. Kita setiap hari berjumpa dengan orang lain.
Minimal kita menggunakan fungsi manajamen untuk pendekatan persuasif kepada
orang lain
Mengapa
Pak Wayan tertarik meneliti dengan judul “Pengaruh Budaya keluarga, Pengelolaan
Konflik, Toleransi dan Kerukunan antar Umat Beragama terhadap Stabilitas
kehidupan Masyarkat di Kota Batam?
Jawaban:
Pertama saya melihat fenomena dan gejolak sosial yang
teradi di kota Batam, di mana Batam sebagai daerah industri atau dikenal dengan
Batam Industrial Development Authority seharusnya memperhatikan sumber daya
manusia yang diharapkan mampu menjaga Batam tetap kondusif dan menjadi pilihan
bagi investor asing untuk menanamkan modal di kota Batam. Terkait dengan hal
tersebut maka hendaknya kita menjaga stabilitas kehidupan dengan mempertahankan
bahwa investor merasa nyaman, aman, tidak terganggu dan bebas melakukan aktifitas sosial
kemasyarakatan. SDM yang baik tentu berasal dari kebiasaan dan budaya dari
kehidupan keluarga. Semakin baik budaya di keluarga maka stabilitas di
masyarakat akan menjadi meningkat lebih baik dan begitu sebaliknya. Keunikan
penelitian saya ini adalah penelitian yang sifatnya preventif yaitu menjaga
stabilitas kehidupan masyarakat sebelum terjadi konflik. Adapun kesimpulan dari
sebuah penelitian saya bahwa :
1. Terdapat
pengaruh langsung positif budaya keluarga terhadap stabilitas kehidupan
masyarakat di Kota Batam, yang berarti meningkatnya pengaruh budaya keluarga
menyebabkan meningkatnya stabilitas kehidupan masyarakat di Kota Batam.
2. Terdapat
pengaruh langsung positif pengelolaan konflik terhadap stabilitas kehidupan
masyarakat di Kota Batam, yang berarti bahwa meningkatnya pengelolaan konflik
menyebabkan meningkatnya stabilitas kehidupan masyarakat di Kota Batam.
3. Terdapat
pengaruh langsung positif toleransi terhadap stabilitas masyarakat di Kota
Batam, yang berarti bahwa meningkatnya toleransi masyarakat menyebabkan
meningkatnya stabilitas kehidupan
masyarakat di Kota Batam.
4. Terdapat
pengaruh langsung positif kerukunan antar umat beragama terhadap stabilitas
kehidupan masyarakat di Kota Batam, yang berarti bahwa meningkatnya kerukunan
umat beragama menyebabkan meningkatnya stabilitas kehidupan masyarakat di Kota
Batam.
5. Terdapat
pengaruh langsung positif budaya keluarga terhadap kerukunan antar umat
beragama, yang berarti bahwa meningkatnya pengaruh budaya keluarga menyebabkan
meningkatnya kerukunan antar umat beragama di Kota Batam.
6. Terdapat
pengaruh langsung positif pengelolaan konflik terhadap kerukunan antar umat
beragama, yang berarti bahwa meningkatnya pengelolaan konflik menyebabkan
meningkatnya kerukunan antar umat beragama di Kota Batam.
7. Terdapat
pengaruh langsung positif toleransi
terhadap kerukunan antar umat beragama, yang berarti bahwa meningkatnya
toleransi menyebabkan meningkatnya kerukunan antar umat beragama di Kota Batam.
8. Terdapat
pengaruh langsung positif budaya keluarga terhadap toleransi, yang berarti
bahwa meningkatnya pengaruh budaya keluarga menyebabkan meningkatnya toleransi
masyarakat di Kota Batam.
9. Terdapat
pengaruh langsung positif pengelolaan konflik terhadap toleransi, yang berarti
bahwa meningkatnya pengelolaan konflik menyebabkan meningkatnya toleransi
masyarakat di Kota Batam.
Berbeda dengan penelitian
yang terdahulu, seperti peristiwa di Situbondo, bahwa penelitiannya pasca
konflik. Begitu juga di Ambon, dan Poso. Preventif jauh lebih baik dari pada
korektif yaitu menangani setelah konflik itu terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar