
Pada awalnya Purwadi menjelaskan awal mula terjadinya pujawali, mengapa
harus melaksanakan pujawali atau piodalan dan juga Filosophy agama Hindu. Piodalan
berasal dari kata Wedhal keluar atau lahir. Umat Hindu identik dengan dengan
acara, upakara atau ritual. Dan umat Hindu di Batam kali ini melaksanakan Piodalan
VII. Mengapa umat hindu di Batam harus melaksanakan piodalan? Mengapa ini
terjadi?
Piodalan Mengulang sejarah proses sebelum adanya pura dan juga sesudah pura
itu ada. Pujawali atau piodalan sebagai Wujud terima kasih kepada leluhur, penggagas
dan pendahulu oleh generasi penerusnya. Wujud terim kasih itu berupa
pelestarian budaya sebagai bagian dari upaya pembumian ajaran Weda.
Mengapa piodalan di Kota Batam jatuh dan ditetakan pada rahine tertentu
yaitu setiap Purnama sasih kelima? Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah
Untuk mempermudah mengingat, penanda awal berdirinya pura. Dan malam ini
bertepatan dengan bulan purnama yang special dan langka di mana sinar bulan
tampak lebih besar. Ini harus kta syukuri bersama. Pujawali juga sebagai wujud
syukur kepada leluhur kita Hindu. Umat Hindu di Kota Batam sudah ngayah dari
awal hingga hari ini dengan penuh keikhlasan dan itulah yajna. Pujawali bukan
hanya kewajiban pemangku, panitia atau umat Hindu di kota Batam saja tetapi
sebagai tanggung jawab kita bersama.
Agama Hindu tidak bisa lepas dari budaya, budaya tidak bisa lepas dari
agama. Sebagai contoh adalah budaya atau tradisi dalam yajna upakara, dan
penggunaan banten. Serati banten, panitia jero mangku dan umat mempersiapkan
semuanya. Dibentuk sedemikian rupa sedemikian indahnya dengn hati tulus. Suatu
bentuk seni budaya dalam bentuk bebantenan sesuai dengan karakter masing –
masing di setiap pelinggih yang berbeda-beda.
Hindu mungkin adalah satu – satunya agama di Indonesia yang tempat ibadahnya
terbuka. Agama yang lain ada yang rumah ibadahnya selalu tertutup. Untuk itu
harus ada kajian melalui seminar dan lain sebagainya. Lebih lanjut Purwadi menerangkan bahwa Agama Hindu mempunyai konsep tri
Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Upakara, etika dan tattwa.
Upakara tidak terlepas
budaya. Agama tidak ada budaya dan senin maka tidak akan menarik. Contoh nyata
adalah baju, kamben dan lain sebagainya. Budaya sebagai hasil karya manusia. Jika
tidak memakai baju maka bisa saja orang ke pura tidak pakai baju, lalu apakah
itu sopan dan beretika?
Dalam Agama Hindu kita
mengenal Tuhan bersifat trasendent
(tidak berwujud) dan imanen
(berwujud). Manusia tidak bisa melihat dan memikirkan bentuk Tuhan maka
dibuatkan simbol yantra dan tantra dan mantra. Sebagai Contoh daksina linggih
sedemikian rupa dari bahan pilihan. Kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan tentunya
yang terbaik. Bahan daksina semua bahan mentah. Daksina linngih diiringi tarian
rejang dewa, sangat dihormati dan dipayungi dengan tedung oelh umat lalu
distahanakan di padmasana. Kita menggambarkan pura sebagai sebuah kerajaan, ada
istana, raja prajurit dan rakyat. Manusia tidak bisa memikirkan wujud Tuhan maka
disimbolkan daksina linggih dalam upakara yajna
pada pujawali. Hal ini akan memudahkan kita konsentrasi dalam memuja
Tuhan.
Yang kedua adalah Susila.
Kita tidak terlepas dari upakara dan susila. Upakara jika tidak diikuti oleh susila
maka tidak akan baik. Susila dan upakara Selalu berkaitan dengan budaya yang sesuai
desa (tempat) kala (waktu) dan patra (keadaan). Walau berbeda bentuk tiap
daerah tetapi intinya sama. Susila selalu berkaitan dengan etika. Sebagai
contoh di Indonesia kita menerima pemberian dengan tangan itulah etika. Kalau
bicara kiat pakai bahasa yang sopan dan santun.
Yang terakhir adalah
Tattwa (Filsafat). Menurut Purwadi Tattwa tidak bisa dilihat tetapi dalam
bentuk sabda. Kita semua bisa bersabda nahkan anak kecil bisa beradba. Sabda
tidak bukan hanya sabda ajaran Maharsi tetapi suara manusia bisa dalam bentuk
mantra. Kita mempersembahkan upakara dengan memegang etika maka di akhir akan
berhasil dengan maksimal. pelaksanaan upakara dan etika kita melaksanakan
persembahyangan berupa doa dan mantra itulah tattwanya yang tidak kelihatan
karena Tuhan tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasakan. Apakah kita tahu
sembahyang kita diterima? Tidak usah dipikirkan, karma adalah urusan Tuhan. Yang
penting kita laksanakan upakara dan etika dengan landasan tattwa maka hasilnya
akan mengikuti. Kata orang bijak Karma tidak akan salah tujuan. Tuhan juga
berfiat Imanen yang artinya berwujud. Setiap tubuh manusia dan makhluk ada
Atman yang merupakan bagian terkecil dari Brahman. Karena Tuhan tidak bisa
dipikirkan dan dilihat maka dibualah simbol yantra dan tantra. Tuhan bisa di
rasakan kehadirannya. Manusia memiliki rasa, bisa terasa dan merasakan. Tetapi di
mana letak rasa? Apakah di kulit di mata? Apakah di lidah atau telinga?
Rasa dapat di rasakan
dalam satu kesatuan oleh panca indera kita. Contoh pada upakara adalah mana yang
lebih utama dalam sebuah banten? Apakah canang? Apakah daksina atau Pejati?
Jawabnnya tidak. Tidak ada banten yg mewakili satu banten untuk semuanya kare
satu kesatuan yang utuh tidak ada yang paling utama. Semua sebagai wujud syukur
pada Tuhan dan Leluhur dan Ida Bethara yang kita puja.
Tuhan ada di dalam diri.
Kita bisa bernafas, merasakan angin. Tetapi apa bentuk angin? Kita tidka bisa
melihat tetapi bisam merasakan sejuknya angin itu. Kekuatan terbesar di dunia
adalah udara yang bergerak yaitu angin. Tanpa udara manusia tidak bisa bernafas
dan akhirnya mati. Sesorang dinyatakan masih hidup ketika masih bernafas. Lalu
apa hubungannya dengan piodalan. Apakah pujawali wajib 1 tahun sekali. Apakah
harus 6 bulan sekali? Semua tergantuk desa kala dan patra kita.
Kembali Purwadi
menyatakan bahwa Piodalan sbg puncak sejarah dan wujud terima kasih kepada
pendahulu. Sebagai pendahulu maka berkwajiban mengajarkan kepada penerusnya
tentang sejarah pura di Batam dan juga memperkenalkan diri kepada generasi
berikutnya. Sehingga tidak lupa melaksanakan pujawali. Maka kita tidak akan lupa
akan sejarah dan melenceng dari ajaran gama Hindu. Apapun yang terjadi awalnya
dari sejarah.
Pemerintah dalam hal ini
Bimas Hindu Kementerian Agama memberikan apresiasi kepada umat dan panitia yang
telah mepersiapkan pujawali dari awal sampai akhir. Pujawali merupakan rangkaian
yang panjang. Itulah konsep bhakti dalam yajnya. Sebuah proses perjalanan pendakian spirtual untuk
memperoleh kemuliaan hidup. Membangun bangunan phisik sangat cepat. Tetapi
tidak dengan pengembangan SDM dan sebagainya.
Proses gambaran siklus
baik siklus pengembangan SDM dan bangunan pisik itu tidak bisa langsung sekaligus
tetapi lewat proses. Dan puncaknya adalah perayaan hari raya keagamaan dan
pujawali.
Lalu apakah yajnya kita
diterima ? Kita tidak usah terlalu memikirkannya tugas kita melaksanakan bhakti
hasilnya kita serahkan kepada Tuhan. Besok dan setelah kita merayakan pujawali
kita akan merasakan sesuatu yang berbeda yang terjadi dalam diri kita. Pikiran akan
tenang bekerja juga nyaman, ada kepuasan batin setelah sukses melaksanakan
pujawali Itual tattwa yang menjiwai upakara. Tatwa tidak bisa kelhatan, tapi
bisa kita rasakan. Sama seperti bernafas. Rasakan nafas kita keluar dan masuk
itu bentuk kentemplasi dan meditasi. Menghaturkan bhakti sesui bahasa kita
(bahasa Ibu) tidak harus reng sruti pada Weda dan sebagainya. Tuhan mengetahui
semua bahasa.
Pemerintah, Bimas Hindu menghimbau agar pujawali dilaksananakan sebagai
mana mestinya sesuai sastra. Tidak perlu jor-joran yang penting ikhlas. Tidak
perlu saling menyalahkan dalam pembuatan banten, semuanya benar tidak ada yang
salah di hadapan Tuhan, neliau maha tahu tingkat keikhlasan seseorang. Contoh daksina
di daerah jawa dan Bali pasti beda. Di Bali sendiri juga akan berbeda.
Sebagai contoh telur. Ada kulit luar, putih telur dan kuning telur. Kulit
telur adalah upakara, putih telur adalah etika dan kuning telur adalah tattwa. Ibarat
sebuah kapal maka umat adalah penumpangnya dan jro mangku atau pinandita adalah Nahkodanya.
Secara umum Kita melakukan sembahyang Tri Sandhya dan Muspa.
Kemanapun dharma itu penting dan harus dipegang. Siapa yang malaksanakan
dharma akan dilindungi oleh dharma. Etika jika harus dipegang erat. Etika juga bersumber
pada dharma. Karena etika tidak mengajarkan keburukan dan kekersasan. Dharma adalah
kebenaran. Keberan yang bagaimana? Adalah kebenaran yang hakiki yang bukan merupakan
kebenaran milik kelompok tertentu dan berlaku untuk semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar