Senin, 14 Maret 2016

Nyepi, media pensucian diri dan alam semesta


Setiap tahun umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan ritual dan spiritual, sebagai wujud pengamalan ajaran Agama Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraHal ini sangat positif dan penting untuk dilaksanakan secara terus menerus setiap tahunnya. Mengingat ini merupakan salah satu upacara Panca Yajña yang bertujuan untuk menyucikan dan memuliakan para dewa, para maharsi, leluhur, bhuta kala dan kesejahteraan manusia serta proses membumikan ajaran Weda.

Di dalam kehidupan agama Hindu telah tumbuh keinginan umat Hindu untuk meningkatkan  cara-cara hidup beragama serta mendalami aspirasi agamanya   dengan   menggunakan   pendekatan rasionalistas dan filosofis guna menembus tabir dogmatisme, dengan menggunakan kajian sastra Hindu yang terhimpun dalam berbagai pustaka suci Veda, Lontar (nibhanda) dan sumber sastra lainnya. Peninggalan Leluhur Hindu yang adiluhung. Pelaksanaan Rangkaian hari Raya Nyepi merupakan usaha untuk mewujudkan loka samgraha (tempat atau suasana yang damai) dan juga satyam (kebenaran), sivam (kesucian), dan Sundaram (keindahan). Hal ini dilandasi oleh  Dharma Siddhiyarta yaitu: Iksa (Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (tempat), Kala (waktu), dan Tattwa (keyakinan/sastra).

Upacara Yajña  merupakan salah satu pendekatan diri kepada Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mencapai kesempurnaan lahir batin sebagaimana diungkapkan dalam sastra suci. Oleh karena itu kegiatan upacara Yajña  adalah merupakan aktivitas keagamaan yang paling tampak pertama dalam implementasi kehidupan keagamaan Hindu sesuai dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu: Tattwa, Susila dan Upakara).

Dan umat Hindu di Kota batam melaksanakan perayaan Nyepi 1938 Saka dengan sederhana tetapi penuh dengan makna. rangkaian demi rangkaian telah dlakukan. Puncaknya adalah pelaksanaan Catur Brata Penyepian pada tanggal 09 Maret 2016 selama 24 jam dari Rabu jam 06.00 WIB sampai dengan Kamis jam 06.00 WIB.
                          
Hari raya Nyepi dirayakan setiap tahun sekali pada Sasih Kesanga, biasanya jatuh pada bulan Maret atau April.  Dan pada tahun ini Nyepi jatuh pada hari Sabtu, 09 Maret 2016 yang bertepatan dengan fenomena alam yaitu gerhana matahari total (GMT). Sehingga Perayaan Nyepi tahun ini betul - betul istemewa. Bahkan alam pun ikut amati geni walau hanya beberapa menit saja. Beberapa hari sebelum Nyepi diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga. Upacara Tawur Kesanga ini dilaksanakan pada Tilem Kesanga. Keesokan harinya, pada tanggal apisan Sasih Kedasa dilaksanakan brata penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat melaksanakan Dharma Shanti.

Rangkaian Pertama Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu Batam adalah Pelaksanaan lomba-Lomba oleh Pengurus WHDI Prov. Kepulauan Riau dan WHDI Kota Batam. Karena bertepan juga dengan HUT WHDI ke XXVIII. kemudian ada agenda Bhakti Sosial di Panti asuhan di Kota Batam. Tujuan kegiatan ini adalah membantu meringankan beban sesama menyumbangkan sebagian kecil harta kita adalah termasuk perbuatan Drewya Yajña . Parisada  telah menetapkan 4,7 % penghasilan yang kita puniakan melalui sebuah Badan Dharma Nasional (BDDN). Umat Hindu bias menyalurkan punia sebesar 4,7% dari penghasilan melalui nomor rekeNing bank BDDN Parisada. Adapun peruntukan dari dana punia BDDN Parisada ini adalah untuk pemberdayaan ekonomi umat Hindu, Pendidikan (pemberian beasiswa), dan lain-lain. Daridra dewa bhawa artinya orang yang tidak mampu juga perwujudan Tuhan. Mungkin pesan ini yang ingin disampaiakan. Bahwa dengan melayani sesama maka kita melayani Tuhan. Serve all serve the God.


Pada hari Minggu, 06 Maret 2016, sekitar pukul 17.00 WIB umat Hindu Batam mengadakan Melasti di Danau Sei Ledi. Berkaitan dengan upacara Melasti dijelaskan dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala sebagai berikut:

Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana

Artinya:
Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam.

Dalam Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah:

Amet sarining amerta kamandalu ring telenging sagara

Artinya:

Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera.

Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra:

Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh

Menusucikan sthana para dewa

Jadi tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan 

Setelah upacara Melasti maka dilanjutkan dengan Taur Kesanga yang diadakan pada Hari Selasa, 8 Maret 2016. Menurut petunjuk lontar Sanghyang Aji SwamandalaTawur Kesanga termasuk upacara Bhuta Yajña . Yajña  ini dilaksanakan manusia dengan tujuan untuk menumbuhkan kesejahteraan alam lingkungan. Dalam Sarasamuscaya 135 (terjemahan Nyoman Kajeng) disebutkan bahwa untuk mewujudkan Catur Warga, manusia harus menyejahterakan semua makhluk (Bhutahita).

“Matangnyan prihen tikang bhutahita haywa tan masih ring sarwa prani.”
Artinya:

Oleh karenanya, usahakanlah kesejahteraan semua makhluk, jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk.

“Apan ikang prana ngaranya, ya ika nimitang kapagehan ikang catur warga, mang dharma, artha kama moksha.”

Artinya:

Karenanya kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
            
Upacara Tawur Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara taur juga bertujuan untuk menyeimbangkan energy alama, karena alam terdiri dari energy positif dan negative. Melalui prosesi taur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan kekuatan unsur bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.

upacara Taur Kesanga identik dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat Hindu Batam membuat 2 (dua) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala dan sifat buruk manusia. Yang mengarak ogoh-ogoh ini juga terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.

Pada tanggal satu Sasih Kedasa tepat pada hari Rabu 09 Maret 2016, dilaksanakan brata penyepian. Brata penyepian ini dijelaskan dalam lontar Sundarigama sebagai berikut:

“…..enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma anyambut karya, sakalwirnya, ageni-geni saparanya tan wenang, kalinganya wenang sang wruh ring tattwa gelarakena semadi tama yoga ametitis kasunyatan.”

Artinya:

“….besoknya, Nyepi, tidak menyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, berapi-api dan sejenisnya juga tidak boleh, karenanya orang yang tahu hakekat agama melaksanakan samadhi tapa yoga menuju kesucian.”
           
Parisada Hindu Dharma Indonesia telah mengembangkan menjadi Catur Brata Penyepian untuk umat pada umumnya yaitu:

  1. Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah bukan hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah dalam diri kita sendiri.
  2. Amati Karya (tidak bekerja). Maksudnya menyepikan indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi, mengendalikan indera-indera kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi pada Brahman.
  3. Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya adalah kita tidak membiarkan pikiran mengembara tak tentu arah, pikiran senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan hal-hal tentang keagungan Brahman.
  4. Amati Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa kita harus membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton TV, musik dan sebagainya.
Tujuan utama Catur Brata Penyepian adalah untuk menguasai diri, menuju kesucian hidup agar dapat melaksanakan dharma sebaik-baiknya menuju keseimbangan dharma, artha, kama dan moksha.   Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Taur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan masa datang. Taur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar.

Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil perlu diimbangi dengan perbuatan member, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan member perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti memotivasi umat Hindu untuk selalu menyeimbangkan jiwa.

Hendaknya Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tinggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.

Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spiritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcanaUpawasa artinya melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam. Kata “upawasa” dalam Bahasa Sanskerta berarti kembali suci. Mona artinya tidak bicara (termasuk dalam pikiran). Dhyana artinya melakukan pemusatan pikiran pada Brahman atau lebih sering disebut meditasi. Arcana yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.

Dan pada hari Kamis, 10 Maret 2016 Umat Hindu melaksanakan upakara Ngembag Geni. Ngembag Geni merupakan rankaian pelaksanaan Nyepi di mana umat Hindu kembali melakukan aktifitas bekerja seperti biasa, seperti memasak, berdagang, bertani dan lain sebagainya. Walaupun Nyepi sudah berakhir tetapi bukan berarti kita boleh mengumbar hawa nafsu yang berlebihan. harus ada perubahan sifat dari sebelumnya sehingga terjadi peningkatan diri dan spirirtual. Umat Hindu merayakan Ngebag Geni dengan berkunjung ke sanak saudara, mengunjungi sesepuh umat dan berkumpul bersama membicarakan dharma kehidupan. Menyampaikan pesan dharma (dharma vada). Dan sebagai puncaknya akan dilaksanakan dharma santi (sima krama) saling maaf memaafkan.
.   
Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan, namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan. Umat Hindu sangatlah beragam, ada yang di Bali, di Jawa, Kalimantan (Kaharingan), dan daerah lainnya, di mana pelaksanaan ritualnya pastilah berbeda. Hindu menghargai perbedaaan itu, demikian pula peryaaan Nyepi yang berbeda di setiap daerah. Semoga Keberagaman menjadi perekat persatuan.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar