Bertempat
di Halaman Utama Mandala Pura Agung Amertha Bhuana, Kota Batam, umat Hindu Kota
Batam menggelar Persembahyangan bersama guna memperingati hari suci Tumpek
Landep. Hadri pada kesempatan itu penyelenggara Hindu dan ketua Lembaga
agama/keagamaan baik tingkat Provinsi Kepulauan Riau maupun Kota Batam. Ada hal
yang berbeda dari perayaan tumpek Landep tahun ini di mana master ceremony (MC)
dibawakan oleh I Gusti Ngurah Prayata Anom yang notabene usianya masih sangat
muda dan baru duduk di kelas 7 SMP. Ini adalah upaya kaderisasi yang dilakukan
oleh Umat Hindu Kota Batam, khususnya Banjar Nagoya. Pada kesempatan itu Wayan
Jasmin selaku Ketua Parisada Prov. Kepulauan Riau membawakan dharma wacana
dengan topik makna hari suci Tumpek Landep dan manfaatnya dalam kehidupan kita.
Seperti
biasa, Tumpek Landep selalu diawali dengan memprayascita semua benda – benda hasil
karya pikiran manusia, mulai dari keris, kedaraan, senjata untuk bertani,
hingga laptop. Ini merupakan fenomena yang terjadi sekarang ini.
Tumpek
Landep adalah saat di mana Ida Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai “Pasupati”
atau “Siwa Pasupati” itu sendiri. Pasupati itu terdiri dari pasu yang berarti jiwa atau binatang,
juga berarti kehidupan, dan pati adalah penguasa, jadi “Pasupati” adalah penguasa kehidupan/binatang, binatang di sini
melambangkan nafsu indria, maka jangan heran jika dalam gambar dewa Siwa dhyana
itu duduk dengan kulit harimau, artinya beliau mengajarkan kepada kita dalam
hidup harus menguasai panca indra, jangan kita dikuasai oleh panca indra pemuas
nafsu kita. Pada hari Tumpek Landep, Siwa sebagai Pasupati menganugerahkan
jnana atau ketajaman pikiran (landeping idep), ketajaman perkataan(landeping
wak), dan ketajaman perbuatan (landeping laksana). Pikiran dipertajam dengan
ilmu, tapa brata yoga Samadhi, perkataan ditajamkan dengan menata pembicaraan, dalam filsafat jawa ada istilah “ajining
dhiri ono ing gebyaring lathi” harga diri manusia ada pada kata-katanya.
Perbuatan ditajamkan dengan pergaulan, harmonisasi. dari kelima hari ini ada kaitanya yaitu
manusia diarahkan untuk melakukan penebusan dosa, setelah dimurnikan maka
diberikan ilmu pengetahuan pada hari Saraswati dan pada tumpek landep yang
berbarengan dengan purnama ditajamkan kembali. Sepulang dari pura Bapak Ibu bisa
melukat di rumah dengan tirta pasupati yang telah disiapkan oleh panitia, yang
berisi bunga, dan yang polos adalah tirta amerta, atau Bapak Ibu bisa
menggunakan air kelapa gading, karena di hari suci purnama air kelapa gading
diyakini akan dapat memberishkan segala kekotaran batin baik diberi mantra
maupun tidak.
Tumpek
Landep dirayakan setiap Sanisara Kliwon Wuku Landep. Tumpek Landep berasal dari
kata Tumpek yang berarti Tampek atau dekat dan Landep yang berarti Tajam.
Jadi
dalam konteks filosofis, Tumpek Landep merupakan tonggak penajaman, citta,
budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian umat selalu berperilaku berdasarkan
kejernihan pikiran dengan landasan nilai - nilai agama. Dengan pikiran yang
suci, umat mampu memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk .
Tumpek
landep merupakan hari raya pemujaan kepada Sang Hyang Siwa Pasupati sebagai dewanya
taksu. Jadi setelah memperingati Hari Raya Saraswati sebagai perayaan turunya
ilmu pengetahuan, maka setelah itu umat memohonkan agar ilmu pengetahuan
tersebut bertuah atau memberi ketajaman pikiran dan hati. Pada rerainan tumpek
landep juga dilakukan upacara pembersihan dan penyucian aneka pusaka leluhur
seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga masyarakat awam sering menyebut
Tumpek Landep sebagai otonan besi.
Namun
seiring perkembangan zaman, makna tumpek landep menjadi bias dan semakin
menyimpang dari makna sesungguhnya.
Sekarang
ini masyarakat justru memaknai tumpek landep lebih sebagai upacara untuk motor,
mobil serta peralatan kerja dari besi. Sesungguhnya ini sangat jauh menyimpang.
Boleh saja pada rerainan Tumpek Landep melakukan upacara terhadap motor, mobil
dan peralatan kerja namun jangan melupakan inti dari pelaksanaan Tumpek Landep
itu sendiri yang lebih menitik beratkan agar umat selalu ingat untuk mengasah
pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam
diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan. Ritual
Tumpek Landep sesungguhnya mengingatkan umat untuk selalu menajamkan manah
sehingga mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri.
Jika
menilik pada makna rerainan, sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil ataupun
peralatan kerja lebih tepat dilaksanakan pada Tumpek Kuningan, yaitu sebagai
ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas sarana dan prasara
sehingga memudahkan aktifitas umat, serta memohon agar perabotan tersebut dapat
berfungsi dengan baik dan tidak mencelakakan.
Tumpek
landep adalah tonggak untuk mulat sarira / introspeksi diri untuk memperbaiki
karakter agar sesuai dengan ajaran - ajaran agama. Pada rerainan tumek landep
hendaknya umat melakukan persembahyangan di sanggah/ merajan serta di pura,
memohon wara nugraha kepada Ida Sang Hyang Siwa Pasupati agar diberi ketajaman
pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Pada
rerainan tumpek landep juga dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan
leluhur. Bagi para seniman, tumpek landep dirayakan sebagai pemujaan untuk
memohon taksu agar kesenian menjadi lebih berkembang, memperoleh apresiasi dari
masyarakat serta mampu menyampaikan pesan - pesan moral guna mendidik dan
mencerdaskan umat.
Jadi
sekali lagi ditegaskan, Tumpek Landep bukan hanya rerainan untuk mengupacarai motor,
mobil ataupun perabotan besi, tetapi lebih menekankan kepada kesadaran untuk
selalu mengasah pikiran (manah), budhi dan citta untuk kesejahteraan umat
manusia. Boleh saja pada rerainan Tumpek Landep mengupacarai motor, mobil dan
sebagainya sebagai bentuk syukur namun itu adalah nilai tambahan saja. Jangan
sampai perayaan rerainan menitik beratkan pada nilai tambah namun melupakan
inti pokok dari rerainan tersebut.
Dalam
lontar Agastya Parwa dijelaskan telah terjadi percakapan anatara sang Dredasyu
dengan Bagawan Agastya begini bunyinya: “ wahai Guru mulia, Perbuatan mulia
apakah yang membuat seseorang mencapai keutamaan hidup baik di dunia maupun
setelah mati?’ kemudian Bahgaan Agastya menjawab: wahai Sang Drdhasyu, ada 3
hal yang memungkinkan seseorang mencapai keutamaan hidup, adalah ulah, sabda
dan ambek (perbuatan, perkataan dan pikiran), akibat yang dihasilkan oleh
pikiran lebih besar daripada perkataan, dan perkataan lebih berat dari pada
perbuatan, demikian juga sebaliknya dosa yang dihasilkan oleh perbuatan yang
disertai kesadaran pikiran lebih besar daripada yang tidak menggunakan emosi
pikiran. Untuk itu disaran seorang spiritual itu diharapkan dapat berpikir baik.
Pikiran itu tajam, bisa jadi teman bisa jadi lawan, waspadalah, waspadalah!!!!
Kemudian
Bhagawan Agastya menambahkan lagi ada tiga hal lagi yang harus dipegang oleh
umat manusia yaitu: tapa, yajna dan krti,
tapa lebih ditekankan ke pengendalian indria, selalu seimbang walau dihina dan
dipuji, jangan kita senang lihat orang lain susah dan susah melihat orang lain
senang. Ini negative sekali. yajnya berarti korban suci yang tulus ikhlas, mari
kita lestarikan upakara yajna yang berlandaskan sastra suci sebagai bentuk
pelestarian dan pembumian ajaran Weda, yajnya sebagai kamadhuk atau sapi perahan yang membuat hidup sejahtera, Karena
dengan yajnya hujan dan kemakmuran itu ada, di mana suatu daerah tidak ada
yajnya maka daerah itu akan kering/tidak subur. Penglingsir kita begitu agung
mewariskan ajaran yajnya, seperti Mpu Kuturan, Dhahyang Nirarta, Mpu
Markandeya, dsb. Kemudian krti adalah perbuatan baik dengan membangun fasilitas
umum seperti pura, pasraman sekolah, dll, krti bisa sebagai investasi karma. Ketiga hal ini di
masyarakat menimbulkan prawerti dan niwerti marga yang artinya bahwa jalan
jnana dan bhakti itu selalu ada dan berdampingan, jangan kita mengartikan bahwa
prawerti itu jalan bagi yang jnananya rendah, dan niwerti bagi yang jnananya
tinggi, di hadapan Tuhan semua sama yang membedakan adalah kualitas bhakti,
ikhlas dan tidaknya. (eko 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar