Kamis, 09 Februari 2017

Paparan Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI pada Acara Rakor Perencanaan Bimas Hindu


Pada hari ke-3 pelaksanaan kegiatan Rakor Perencanaan Pusat Daerah, dan Perguruan Tinggi Agama Hindu 2018, Kamis, 9 Pebruari 2017 di Hotel Grand Pasundan Kota Bandung, H. Hilmi Muhammadiyah selaku Sekretaris Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama RI berkesempatan memberikan paparan kepada peserta rakor yang hadir. Mengawali paparannya, Sekretaris Itjen menjelaskan visi dan misi Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI. Adapun visi Itjen adalah Menjadi Penegak Integritas dan Akuntabilitas Kementerian Agama. Sedangkan misi Itjen adalah 1. melakukan pengawasan fungsional secara profesional dan independen, 2. melakukan penguatan sistem pengawasan e-audit yang efektif dan terintegrasi, 3. meningkatkan pelayanan administrasi pengawasan yang cepat, tepat, dan akurat berbasis teknologi informasi, 4. meningkatkan akselerasi penyelesaian tindak lanjut pengawasan dan pengaduan masyarakat, 5. meningkatkan kompetensi dan integritas aparatur pengawasan, 6. meningkatkan peran konsultan dan katalisator bidang pengawasan, 7. meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait, dan membangun sistem pencegahan dini melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) dan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi, Bersih, Melayani (WBBM).
”Fokus kerja Itjen ditekankan pada penegakkan Integeritas dan Akuntablitas Laporan Keuangan”, jelas Hilmi mengawali pembicaraanya. Selama 10 tahun terakhir ini ada indikasi semakin meningkatnya kepatuhan Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap Peraturan Perundang-undangan. Kalau di era lama masih banyak ASN yang sering terlambat datang di kantor,  pulang cepat dan tidak disiplin. Kalau sekarang sudah banyak pegawai yang datang tepat waktu datang 07.00 pulang jam 16.00 walau masih ada juga yang terlambat dan pulang lebih cepat dari jam yang telah ditentukan. Hal ini terjadi karena ASN dituntut oleh perubahan dan keadaan yang memaksa ketaatan ASN. Jika ASN tidak mengikuti perkembangan peraturan, maka mereka akan tereliminasi dengan sendirinya. Tetapi perlu diingat bahwa ketepatan waktu harus diikuti dengan kinerja yang maksimal sesuai yang tercantum pada Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Perjanjian Kinerja (Perkin) yang dibuat oleh masing-masing ASN. Masih Banyak ASN yang datang jam 07.00 lalu duduk dan tidak berkinerja lalu pulang jam 16.00. Ini tentunya kegagagan dalam membina ASN dan bertentangan dengan semangat revolusi mental serta 5 (lima) budaya Kerja Kementerian Agama RI yaitu integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan.

Kemajuan yang kedua adalah meningkatknya kinerja ASN seperti penyuluh, dosen, guru, pengawas, dan JFU. Hal ini terlihat dari meningkatnya output dan outcome dari kegiatan. Realisasi tercapai dengan maksimal walau tidak 100%. Hasil belajar siswa dan mahasiswa meningkat. Dari segi integritas sudah cukup baik, hanya saja masih dijumpai ASN yang melanggar etika seiring dengan naiknya kesejahteraan ASN karena ada tunjangan Kinerja (tukin). Banyak kasus di daerah, hal ini ini juga menjadi perhatian Inspektorat selaku pembina dan pengawas ASN.

Kemajuan selanjutnya adalah meningkanya akuntablilitas kineja Satuan Kerja (Satker) di lingkungan Kementerian Agama. Menurut Hilmi, akuntablitas kinerja bisa diukur dengan laporan kinerja dan laporan kegiatan. Panitia kegiatan harus segera membuat laporan pertanggung jawaban kegiatan walaupun auditor belum akan memeriksanya. Tinggalkan budaya lama di mana kita sering mengulur-ulur waktu yang ada. Dalam melakukan audit, Itjen juga pernah menjumpai laporan fiktif,  dan yang bersangkutan akhirnya diproses oleh Kejaksaan. Kasusnya adalah laporan kegiatan disusun rapi tetapi kegiatan tidak dilaksanakan. Itjen sebenarnya telah memberikan pembinaan sebelum diekspose oleh media sehingga tidak mengurangi reputasi Kementerian Agama.

Kepatuhan terhadap Standar Biaya Masukan (SBM) yang ditetapkan oleh Kementeriann Keuangan RI dan Standard Biaya Umum (SBU) dari Kementerian Agama juga semakin meningkat. Kualitas kompetensi ASN dan dosen juga meningkat. Hal ini terjadi  karena Kementerian Agama juga rutin memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat) secara sistematis dan berkala kepada mereka. Tetapi perlu diakui bahwa temuan-temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia banyak yang disebabkan karena kesalahan prosedur dan kelebihan dalam penggunaan anggaran yang diatur oleh SBM Kementerian Keuangan RI. Misalnya panitia kegiatan adalah 10% dari jumlah peserta. Hilmi mencontohkan jika peserta kegiatan 50 maka panitia jumlahnya 5 orang. Selanjutnya sesuai catatan BPK RI adalah terkait pemberian honor narasumber dan panitia kegiatan.  Misalnya narasumber berbicara 2 jam diberikan honor 3 jam. Ini melanggar dan tidak sesuai dengan Peraturan yang ada. 

Inilah tugas Inspektorat Jenderal menurut Hilmi Muhammadiyah yaitu menjadi penegak integritas dan menegakkan akuntabilitas yang kami breakdown melakukan pengawasan dengan amanat Peraturan Menteri Agama R.I. (PMA) Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, yaitu melaksanakan pengawasan internal di lingkungan Kementerian Agama.

Itjen juga melakukan pengawasan di bidang perencanaan anggaran. Hilmi menjelaskan dengan gamblang bahwa sikluas kegiatan kita dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan/evaluasi kegiatan. Tahapan ini harus menjadi siklus yang yang komprehensif dalam kegiatan masing-masing satker. Hilmi berpesan jangan ada Satker yang tidak mau dilakukan pengawasan terhadap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, laporan pertanggung jawaban. Satker juga harus melakukan evaluasi kegiatan sehingga dianggap kinerjanya dianggap selesai secara keseluruhan.

”Anggaran yang saudara susun akan diverifikasi oleh Itjen sebagai bagian dari Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)”, tegas Hilmi. Itjen akan melakukan reviuw awal terhadap RKA-K/L untuk menghindari resiko yang mungkin saja bisa terjadi. Penyusunan anggaran harus berpedoman SBM Kementerian Keuangn RI, SBU Kementerian Agama RI, Rencana Strategis (Renstra) dan Perjanjian Kinerja (Perkin). Dalam hal ini Itjen akan bekerjasama dengan Biro Keuangan Kementerian Agama RI, Kementerian Keuangan, dan Bappenas dalam melakukan reviuw RKA-K/L untuk memastikan semua sesuai prosedur dan ada kesesuaian RKP dan sasaran kinerja yang ditentukan oleh masing-masing Satker di Kementerian Agama. Tujuan reviuw RKA-K/L adalah menjamin kebenaran, Kelengkapan dan kepatuhan Satker terhadap peraturan yang telah ditetapkan. Hilmi berpesan kepada peserta rakor untuk berkonsultasi kepada Itjen jika ragu-ragu dalam melakukan eksekusi anggaran dan kegiatan. Itjen terbuka memberikan pelayanan konsultasi. Bila perlu itjen akan melakukan pendampingan.

Tahun 2017 Itjen kami merubah paradgima pemeriksaan. Kalau di era lama fungsi dan peran Itjen adalah mengungkapkan temuan dan reaktif maka sekarang adalah sebagai konsultan, sebagai katalisator, memecahkan masalah dan pro aktif. Dari pengungkap temuan menjadi pemecah masalah, dari post audit menjadi post dan pre audit, dari dari yang korektif menjadi korekttif preventif, dari pendekatan win lose menjadi win-win solution. Tetapi perlu dicatat bahwa win-win solution bukan berarti melakukan negosiasi kasus.

Itjen sangat terbuka untuk melakukan pendampingan dan konsutasi. ”Jadi silahkan jika ada hal-hal yang sekiranya ada hal-hal yang bebhaya dan beresiko tinggi dan kita tidak berani eksekusi anggaran silahkan berkonsultasi dengan kami”, jelas Hilmi mengakhiri pembicaraanya. Itjen melakukan pengawasan yang humanis dengan indikatornya adalah bukan output tetapi juga prosesnya. Tetapi jika ada auidtor Itjen yangmasih kaku dan menerapkan budaya lama mohon dimaklumi karena merubah karakter itu memerlukan waktu dan proses. (ep17).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar