Tanjung
Pinang-Pada Hari Senin, 24 September
2018 di Pura Giri Natha Puncak Sari, Km 11, Kijang, Kepulauan Riau, umat
Hindu Kota Tanjung Pinang menggelar upacara Dewa Yajna yaitu Pujawali. Upacara
ini dipimpin oleh Jero Mangku Nyoman Wiarta. Hadir pada kesempatan itu Ketut
Suardita selaku Pembimas Hindu Prov. Kepulauan Riau, Jero Mangku Agung Arief
Suryanatha selaku Pengurus Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) kepulauan Riau,
Purwadi selaku penyuluh Agama Hindu Kepulauan Riau, Eko Prasetyo selaku
Penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam, Nyoman Wiarta selaku Ketua Parisada Kabupaten
Bintan, Made Karmawan selaku Ketua
Parisada Kota Batam, Ketua WHDI Bintan, Ketua Pasraman Brahma Widya Satwika, Ketua
Parisada Kota Tanjung Pinang dan siswa pasraman, serta umat Hindu dari Kota
Batam, Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan.
Pujawali berasal
dari kata “puja” dan “mewali” artinya umat Hindu
memuja kembali keagungan Tuhan dalam prabawa-Nya sebagai Ida Bethara yang
kita puja di pura ini pada hari yang sama. Kita melaksanakan upacara pujawali
secara rutin dalam jangka waktu tertentu yang kita sepakati sesuai Iksa, Sakti, Desa, Kala, dan Tattwa. Tuhan akan memberkati
kita semua bila kita semua tulus ikhlas dalam melaksanakan upacara ini. Kesucian
batin dan kemakmuran kita peroleh. Dengan melaksanakan upacara pujawali ini
kita semua akan dapat mewujudkan satyam, siwam dan sundaram yang artinya
upacara itu terdapat unsur kebenaran, kesucian dan keindahan. Pujawali
merupakan salah satu cara untuk tetap menegakkan dharma dan membumikan,
melestarikan ajaran Weda. Sebagaimana kita ketahui dalam sastra suci bahwa
makhluk hidup berasal dari makanan, makanan berasala dari tumbuhan, tumbuhan
berasal dari hujan, hujan berasal dari yajnya, dan yajna sendiri bisa
terlaksana karena kegiatan kerja (karma). Maka kegiatan Yajna, bersedekah, tapa
brata, dan kegiatan kerja tidak boleh kita tinggalkan karena itu adalah pensuci
bagi orang yang memuja Tuhan.
Ada beberapa rangkaian upacara pujawali. Yang paling umum adalah mecaru dan
Purwa daksina. Upakara Ngenteg linggih pura di Pura Giri Natha ini didahului
dengan proses mecaru pada jam 19.00 WIB. Upacara mecaru yang berfungsi menjalin
hubungan yang harmonis kepada unsur alam (palemahan).
Bhuta kala adalah unsur penyeimbang
yang berperan menjaga keseimbangan alam ini yang harus kita hormati malalui
prosesi pecaruan. Pujawali berjalan dengan lancer karena kerjasama dari semua
pihak. Tujuan dari pelaksanaan upacara yajna adalah lascarya, sidhi karya, dan
labda karya yang pada akhirnya akan memberikan damapak bagi umat baik kesucian
batin dan kesejahteraan hidup.
Untuk menyambut upacara ini umat Hindu Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten
Bintan sudah melaksanakan gotong royong, yang Ibu-ibu gotong royong mejejahitan
atau Pembuatan bahan sesaji seperti Tamas kulit sayut, dan lain-lain. Umat
Hindu juga melaksanakan gotong royong Pembuatan Penjor, Pemasangan Wastra.
Dilanjutkan dengan prosesi Pujawali. Upacara ini diawali dengan Purwa
daksina, yaitu berjalan mengelilingi padmasana dengan membawa pratima-pratima
searah jarum jam sambal mengulang-ulang nama suci Tuhan. Purwa Daksina
merupakan salah satu prosesi pujawali yang mengandung makna bahwa kita harus
mengagung-agung nama suci Tuhan, yang kedua adalah bahwa kita sebagai manusia
harus ikut memutar roda kehidupan di jalan kebenaran, Jika tidak maka kita akan
bisa bertahan hidup, demikian pula jika kita keluar dari jalan dharma maka kita
akan mendapatkan hukumannya.
Acara dilanjutkan dengan dharma wacana yang disampaikan oleh Made Karmawan,
S.Ag selaku Ketua PHDI Kota Batam tentang satwika yajna dan keutamaan yajna. Acara
dilanjutkan dengan persebahyangan bersama dan nunas tirtha. (eko2018).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar