Pada hari Selasa tanggal 21
Maret 2017 di RRI Batam, Graha Pena, Batam Centre Drs. I Wayan Catra Yasa, MM
selaku Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Prov. Kepulauan
Riau dan Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam melakukan
siaran interaktif RRI Batam dengan topik dengan tema Nyepi dan Pengendalian
Diri.
Di awal penyampaiannya Wayan
menjelaskan Konsep dasar Agama Hindu disebut Oanca Sradha. Dalam pelaksanaan
ritual keagamaan harus didasari dengan sradaha atau keyakina. Jika spiritual
tanpa keyakinan maka sama dengan gagal atau tidak mencapai tujuan dari yajna
itu sendiri. Wayan Catra menjelaskan tentang korelasi pelaksanaan Nyepi dengan
pengendalian Diri. Bahwasanya dalam rangkaian Nypei umat Hindu diajarkan untuk
senantiasa mengendalikan diri. Wayan juga menyinggung penting menjalin hubungan
yang harmonis dengan Tuhan, hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan
hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan tempat kita tinggal. Ke tiga hal
inilah menjadi penyebab kebahagiaan kita baik di dunia maupun setelah kita mati
dan juga terwujudnya loka samggraha.
Selanjutnya Eko menjelaskan
tema Nyepi Nasional dan rangkaian Nyepi 1939 Saka. Sesuai dengan edaran dari Ketua Parisada
Hindu Dharma Indonesia Nomor: 27/Parisada Pusat/II/2017 perihal Kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 menetapkan Tema Nasional Hari
Raya Nyepi yaitu: "Jadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan
Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI". Dari tema ini
Eko mengajak umat Hindu di Kota Batam untuk mengutamakan toleransi beragama
daripada permusuhan. Kerukunan adalah modal awal membangun bangsa.
Kemudian Eko menjelaskan
rankaian Nyepi yang diawali dengan Melasti. Di Kota Batam upcara Meleasti dilaksanakan
pada hari Minggu tanggal 26 Maret 2017 jam 17.00 WIB di danau Sei Ledi. Dalam lontar
Sanghyang Aji Swamandala melasti bertujuan untuk Anglukataken laraning
jagat, paklesa letuhing bhuwana yang artinya Melenyapkan penderitaan
masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam. Dan dalam dalam Lontar
Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah Amet sarining amerta
kamandalu ring telenging sagara yang artinya Mengambil sari-sari air
kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera. Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan
melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra: Pesucian dewa kalinggania
pamratista bethara kabeh yang artinya ”Mensucikan sthana para
dewa”
Jadi tujuan Melasti di
samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga
untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari
kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang
penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita
mencari sari-sari kehidupan.
Dilanjutkan Upacara Tawur Agung Kesanga yang
dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Maret 2017. Upacara Tawur
Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk
senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara Tawur juga bertujuan untuk
menyeimbangkan energI alam, karena alam terdiri dari energy positif dan
negative. Melalui prosesi Tawur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan
kekuatan unsur bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.
upacara Tawur Kesanga identik
dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat Hindu Batam membuat 4
(empat) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala yang diararak oleh Remaja
putra, ibu-ibu, siswa Pasraman Jnana Sila Bahkti dan siswa PAUD Janan Sila
Bhakti. Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran
sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan
lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai
simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya
umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra
disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala
meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau
somya.
Pada hari Selasa pagi tanggal 28 Maret dari jam 06.00 WIB
sampai dengan Hari Rabu pagi, tanggal 29 Maret 2017 jam 06.00 WIB umat Hindu
melaksanakan Catur Brata Penyepian.. Parisada Hindu
Dharma Indonesia telah menetapkan perayaan Nyepi dilaksanakan dengan
menjalankan Catur Brata Penyepian untuk umat yaitu yang pertama
adalah Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah bukan
hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah dalam
diri kita sendiri. Yang kedua adalah Amati Karya (tidak bekerja).
Maksudnya menyepikan indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi,
mengendalikan indera-indera kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi pada Brahman. Ketiga adalah Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya
adalah kita tidak membiarkan pikiran mengembara tak tentu arah, pikiran
senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan hal-hal tentang keagungan Brahman. Terakhir adalah Amati
Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa kita harus
membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton TV, musik dan
sebagainya.
Rangkaian Ngembak Geni dilaksanakan pada hari
Rabu pada tanggal 29 Maret 2017 mulai jam 06.00 waktu setempat. Ngembak geni
secara harfiah adalah kembali menyalakan api, artinya umat Hindu mulai bekerja
beraktifitas sesuai dengan swadharmanya masing-masing berlandaskan ajaran
dharma atau kebenaran. Ngembak geni juga bermakna kit merayakan kemenangan
setelah menjalankan Catur Brata Penyepian dengan berkunjung dari rumah ke rumah
saling menyiarkan ajaran dharma dan menceritakan ajaran kebenaran atau dharma
vada.
Sebagai puncaknya adalah dharma santi yang dilaksanakan
pada tanggal 8 April 2017 di Pura Agung Amerta Bhuana. Dharma Santi
dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan dan budaya setempat. Iksa
sakti desa kala dan tattwa. Dharma Santi Nyepi yang rencananya akan diadakan
di Pura Agun Amerta Bhuana. Dharma Santi adalah simbol persatuan umat di mana
umat saling bertemu, bertegur sapa menyampaikan dan mendengar pesan perdamaian
dan kebenaran dalam nuansa dhama (agama). Umat Hindu saling maaf memaafkan dan
melakukan simakrama
Di akhir pembicaraannya Eko berpesan kepada panitia
Nyepi untuk menjaga kerukunan internal dan eksternal umat beragama di kota Batam,
menjaga kebersihan dan ketertiban umum, tidak melakukan pemborosan dengan
memaksimalkan potensi yang ada dengan penggunaan anggaran yang efektif dan
efesien, tidak merusak flora dan fauna serta tidak mengganggu ekosistem alam
yang ada, memperhatikan budaya dan kearifan lokal di bumi Melayu, senantiasa
mengedepankan koordinasi dengan instansi terkait agar tidak terjadi hal-hal
yang diinginkan dan berpedoman dan taat terhadap Tata Peraturan
Perundang-Undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (eko2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar