Sesuai dengan edaran dari
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: 27/Parisada Pusat/II/2017 perihal Kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 menetapkan Tema Nasional Hari Raya Nyepi yaitu: "Jadikan Catur
Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan Berbangsa dan Bernegara Demi
Keutuhan NKRI".
Tahun baru Saka memang berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang dirayakan dengan sangat meriah dengan pesta kembang api, petasan, musik dan lain sebagainya. Perayaan Tahun Baru Saka lebih ke arah pendalaman spiritual dengan mengajak umat Hindu di Indonesia untuk melakukan tapa brata yoga dan samadhi, melakukan instropeksi diri.
Setiap
tahun umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan berbagai
rangkaian kegiatan ritual dan spiritual, sebagai wujud pengamalan ajaran Agama
Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan
nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat
diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Hal ini sangat positif dan penting untuk
dilaksanakan secara terus menerus setiap tahunnya.
Mengingat ini merupakan salah satu upacara Panca Yajña yang bertujuan untuk
menyucikan dan memuliakan para dewa, para maharsi, leluhur, bhuta kala dan
kesejahteraan manusia serta proses membumikan ajaran Weda. Di
dalam kehidupan agama Hindu telah tumbuh keinginan umat Hindu untuk
meningkatkan cara-cara hidup beragama
serta mendalami aspirasi agamanya dengan menggunakan pendekatan rasionalistas dan filosofis guna
menembus tabir dogmatisme, dengan menggunakan kajian sastra Hindu yang
terhimpun dalam berbagai pustaka suci Weda, Lontar (nibhanda) dan sumber sastra lainnya. Peninggalan Leluhur Hindu
yang adiluhung. Pelaksanaan Rangkaian hari Raya Nyepi merupakan usaha untuk
mewujudkan loka samgraha (tempat atau
suasana yang damai) dan juga satyam
(kebenaran), sivam (kesucian), dan Sundaram (keindahan). Hal ini dilandasi
oleh Dharma
Siddhiyarta yaitu: Iksa
(Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (tempat), Kala (waktu), dan Tattwa
(keyakinan/sastra). Sehingga penerapan upacara keagamaan Hindu
di Kota Batam akan berbeda dengan yang ada di Bali. Itulah Hindu yang sangat
fleksibel dan universal.
Upacara Yajña merupakan salah satu pendekatan diri kepada
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mencapai kesempurnaan lahir batin
sebagaimana diungkapkan dalam sastra suci. Oleh karena itu kegiatan upacara
Yajña adalah merupakan aktivitas
keagamaan yang paling tampak pertama dalam implementasi kehidupan keagamaan
Hindu sesuai dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu: Tattwa, Susila dan
Upakara).
Dan umat Hindu di Kota batam
melaksanakan perayaan Nyepi 1939 Caka dengan sederhana tetapi penuh dengan
makna. rangkaian demi rangkaian telah dlakukan. Puncaknya adalah pelaksanaan
Catur Brata Penyepian pada tanggal 28 Maret 2017. Hari raya Nyepi dirayakan setiap tahun sekali
pada Sasih Kesanga, biasanya jatuh pada bulan Maret. Dan
pada tahun ini Nyepi jatuh pada hari Selasa, 28 Maret 2017.
Umat
Hindu biasanya juga diwajibkan melakukan dana punia. Parisada Hindu Dharma Indonesia telah
menetapkan 4,7 % penghasilan yang kita puniakan melalui sebuah Badan Dharma
Nasional (BDDN). Umat Hindu bias menyalurkan punia sebesar 4,7% dari
penghasilan melalui nomor rekening bank BDDN Parisada. Adapun peruntukan dari
dana punia BDDN Parisada ini adalah untuk pemberdayaan ekonomi umat Hindu,
pendidikan (pemberian beasiswa), dan lain-lain.
Pada
Hari Minggu, 26 Maret 2017, tepatnya 2 (dua) hari sebelum Nyepi diadakan upacara Melasti atau Melis dan
ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga. Upacara Tawur
Kesanga ini dilaksanakan pada hari Senin, 27 Maret 2017
bertepatan dengan hari suci Tilem Kesanga. Keesokan harinya, pada
tanggal apisan Sasih Kedasa dilaksanakan brata penyepian.
Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat
melaksanakan Dharma Shanti. Adapun semua rangkaian perayaan Nyepi akan
dijabarkan secara rinci di bawah ini.
Menghias Nasi Tumpeng Oleh
WHDI Kepulauan Riau dan Kota Batam
Rangkaian
Pertama Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu di Batam adalah lomba menghias
tumpeng yang diselenggarakan oleh Wanita Hindu Dharma Indonesias (WHDI)
Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam pada hari Minggu, tanggal 12 Pebruari
2017 di Aula Pasraman Jnana Sila Bhakti, Kota Batam.
Gerakan Penanaman Pohon oleh
DPP Peradah Prov. Kepualuan Riau
Dan
pada hari Minggu, 26 Pebruari 2017 umat Hindu Kota Batam yang tergabung dalam
Perhimpunan Pemuda Hindu (PERADAH) Prov. Kepulauan Riau mengadakan gerakan
penghijauan sekitar pura Agung Amertha Bhuana. Kegiatan ini merupakan rangkaian
perayaan hari Raya Nyepi.
Siaran Interaktif Hari Raya
Nyepi di RRI
Drs.
I Wayan Catra Yasa, MM selaku Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma
Indonesia Prov. Kepulauan Riau dan Penyelenggara Hindu pada Kantor Kemenetrian
Agama Kota Batam juga telah melakukan siaran Interkatif pada hari Selasa
tanggal 21 Maret 2017 di RRI Batam, Graha Pena, Batam Centre dengan tema Nyepi
dan Pengendalian Diri.
Penampilan Ogoh – Ogoh di
Simpang Lampu Merah nagoya pada acara Car Free Day
Pada
hari Minggu pagi tanggal 26 Maret 2017 mulai jam 06.00 s/d jam 09.00 akan
ditampilkan Ogoh-Ogoh di sepanjang Jalan di Simpang Lampu Merah Nagoya
bertepatan dengan Acara Car Free Day.
Melasti, Minggu 26 Maret 2017
Adapun
rangkaian selanjutnya adalah Acara Melasti/Makiyis di mana waktu pelaksanaanya menyesuaikan
kesepakatan dan tradisi masyarakat setempat (loka
drsta), dan untuk di Kota Batam dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 26 Maret
2017 jam 17.00 WIB di danau Sei Ledi.
Umat
Hindu Batam mengadakan Melasti pada hari Minggu, 26 Maret 2017 di Danau Sei
Ledi sehari sebelum Tawur Agung, sekitar pukul 17.00 WIB. Berkaitan dengan
upacara Melasti dijelaskan dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala sebagai
berikut:
Anglukataken
laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana
Artinya:
Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan
kepapaan dan kekotoran alam.
Dalam
Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah:
Amet sarining amerta kamandalu ring telenging
sagara
Artinya:
Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu)
di tengah-tengah samudera.
Sumber
lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana
prasarana, pratima dan wastra:
Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh
Menusucikan sthana para dewa
Jadi
tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran
upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri
dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera
adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang
samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan
Tawur Agung, Senin 27 Maret 2017
Dilanjutkan Upacara
Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Maret
2017. Tawur Agung Kesanga tingkat
Nasional dipusatkan di Candi Prambanan, Daerah Istemewa Yogyakarta
pada tanggal 27 Maret 2017.
Setelah
upacara Melasti, pada keesokan harinya tepatnya hari Senin, 27
Maret 2017 umat Hindu Batam melaksanakan upacara Tawur Kesanga di Pura Agung Amerta Bhuana. pagi
harinya bertepatan dengan
Upacara Tawur
Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk
senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara Tawur juga bertujuan untuk
menyeimbangkan energI alam, karena alam terdiri dari energy positif dan negative.
Melalui prosesi Tawur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan kekuatan unsur
bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.
upacara
Tawur Kesanga identik dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat
Hindu Batam membuat 2 (dua) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala. Ogoh
- Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk
manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain
sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol
bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat
Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan
pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas
kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.
Menurut
petunjuk lontar Sanghyang Aji Swamandala, Tawur Kesanga termasuk
upacara Bhuta Yajña . Yajña
ini dilaksanakan manusia dengan tujuan untuk menumbuhkan kesejahteraan
alam lingkungan. Dalam Sarasamuscaya 135 (terjemahan Nyoman
Kajeng) disebutkan bahwa untuk mewujudkan Catur Warga, manusia
harus menyejahterakan semua makhluk (Bhutahita).
“Matangnyan prihen
tikang bhutahita haywa tan masih ring sarwa prani.”
Artinya:
Oleh karenanya, usahakanlah kesejahteraan semua
makhluk, jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk.
“Apan ikang prana ngaranya, ya ika nimitang
kapagehan ikang catur warga, mang dharma, artha kama moksha.”
Artinya:
Karenanya
kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
Catur Brata Penyepian
Pada hari Selasa pagi tanggal
28 Maret dari jam 06.00 WIB sampai dengan Hari Rabu pagi, tanggal 29 Maret 2017
jam 06.00 WIB umat Hindu melaksanakan Catur
Brata Penyepian..
Filsafat
tentang Catur Brata penyepian ini dijelaskan dalam lontar Sundarigama sebagai
berikut:
“…..enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma
anyambut karya, sakalwirnya, ageni-geni saparanya tan wenang, kalinganya wenang
sang wruh ring tattwa gelarakena semadi tama yoga ametitis kasunyatan.”
Artinya:
“….besoknya,
Nyepi, tidak menyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan,
berapi-api dan sejenisnya juga tidak boleh, karenanya orang yang tahu hakekat
agama melaksanakan samadhi tapa yoga menuju kesucian.”
Parisada
Hindu Dharma Indonesia telah mengembangkan menjadi Catur Brata
Penyepian untuk umat pada umumnya yaitu:
1. Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah
bukan hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah
dalam diri kita sendiri.
2. Amati Karya (tidak bekerja). Maksudnya menyepikan
indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi, mengendalikan indera-indera
kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi
pada Brahman.
3. Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya adalah kita tidak membiarkan pikiran
mengembara tak tentu arah, pikiran senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan
hal-hal tentang keagungan Brahman.
4. Amati Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa
kita harus membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton
TV, musik dan sebagainya.
Tujuan
utama Catur Brata Penyepian adalah untuk menguasai diri, menuju
kesucian hidup agar dapat melaksanakan dharma sebaik-baiknya menuju
keseimbangan dharma, artha, kama dan moksa.
Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi,
tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa
yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur
Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan masa
datang. Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat
serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat
kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar.
Sebagaimana
kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan
hidupnya. Perbuatan mengambil perlu diimbangi dengan perbuatan member, yaitu
berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan member perlu selalu
dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini
berarti memotivasi umat Hindu untuk selalu menyeimbangkan jiwa.
Hendaknya Nyepi dirayakan
dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang
tinggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan
melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju
jalan yang benar atau dharma.
Untuk
melaksanakan Nyepi yang benar-benar spiritual, yaitu dengan
melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana. Upawasa artinya
melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam. Kata “upawasa” dalam
Bahasa Sanskerta berarti kembali suci. Mona artinya tidak
bicara (termasuk dalam pikiran). Dhyana artinya melakukan
pemusatan pikiran pada Brahman atau lebih sering disebut meditasi. Arcana yaitu
melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan
keluarga di rumah
Pelaksanaan
Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus
ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa
atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga
suatu ikatan, namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan
Ngembag Geni
Rangkaian Ngembak Geni dilaksanakan
pada hari Rabu pada tanggal 29 Maret 2017 mulai jam 06.00 waktu setempat.
Ngembak geni secara harfiah adalah kembali menyalakan api, artinya umat Hindu
mulai bekerja beraktifitas sesuai dengan swadharmanya masing-masing
berlandaskan ajaran dharma atau kebenaran. Ngembak geni juga bermakna kit
merayakan kemenangan setelah menjalankan Catur Brata Penyepian dengan
berkunjung dari rumah ke rumah saling menyiarkan ajaran dharma dan menceritakan
ajaran kebenaran atau dharma vada.
Dharma Santi Nyepi
Sebagai puncaknya adalah
dharma santi yang dilaksanakan pada Bulan April 2017 di Pura Agung Amerta
Bhuana. Dharma Santi dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan dan
budaya setempat. Iksa sakti desa kala dan tattwa. Dharma Santi Nyepi yang rencananya akan diadakan di
Pura Agun Amerta Bhuana. Dharma Santi adalah simbol persatuan umat di mana umat
saling bertemu, bertegur sapa menyampaikan dan mendengar pesan perdamaian dan
kebenaran dalam nuansa dhama (agama). Umat Hindu saling maaf memaafkan dan
melakukan simakrama
Demikian
sedikit ulasan tentang perayaan hari raya Nyepi di Kota Batam, Provinsi
Kepulauan Riau, semoga kita semua dapat melaksanakan rangkaian perayaan Nyepi
1939 saka dengan baik. Semoga melalui momentum Hari Raya Nyepi 1939 Saka kita
dapat melakukan instropeksi diri dan penyadaran diri untuk menjadi umat Hindu
yang lebih baik. Di samping juga mempererat peratuan umat Hindu dan antar
Umat Beragama, menjaga kerukunan intern dan ekstern umat bergama menuju Batam
sebagai bandar dunia yang madani.
Maka dari dalam melaksanakan kegiatan tersebut panitia pelaksana
Hari Raya Nyepi 2017 di Kota Batam untuk menjaga kerukunan internal dan
eksternal umat beragama di kota Batam, menjaga kebersihan dan ketertiban umum,
idak melakukan pemborosan dengan memaksimalkan potensi yang ada dengan
penggunaan anggaran yang efektif dan efesien, idak merusak flora dan fauna
serta tidak mengganggu ekosistem alam yang ada, memperhatikan budaya dan
kearifan loka di Bumi Melayu, senantiasa mengedepankan koordinasi dengan
intansi terkait agar tidak terjadi hal-hal yang dinginkan dan berpedoman dan
taat terhadap Tata Peraturan Perundang-Undangan NKRI.(ep2107).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar