Pada
hari Jumat, 3 Nopember 2017, jam 19.00 WIB yang bertepatan dengan purnama sasih
kelima, Umat Hindu di Kota Batam mengadakan Upacara Pujawali VIII di Pura Agung
Amertha Bhuana. Upacara pujawali merupakan bagian dari Dewa Yajna yang berarti memuja kembali keagungan Tuhan pada hari
yang sudah ditentukan. Pujawali kali ini tergolong sangat spesial Karena bertepatan
dengan bulan purnama. Pujawali adalah hari jadi pura yang diisin dengan aktivitas
spiritual berupa upakara keagamaan guna menumbuhkan keimanan umat Hindu di Kota
Batam. Upacara pujawali ini dipimpin oleh Ida Resi Bujangga Waisnawa Kamenuh
dari Griya Taman Wangi Ning, Prov. Bali.
Adapun
tema Pujawali VIII Pura Agung Amerta Bhuana menurut Eko Prasetyo selaku ketua
panitia adalah: “Melalui Pujawali VII
Pura Agung Amerta Bhuana mari kita tingkatkan kualitas sradha dan bhakti menuju
loka samgraha dan kemuliaan hidup”. Tema ini muncul didorong atas
pentingnya menumbuhkan sradha (keimanan) umat Hindu di tengah kehiduipan di era
globalisasi yang penuh dengan godaan dan tantangan ini. EKo juga menjelaskan
bahwa Pujawali ini dari, untuk dan oleh kita. Artinya semua umat harus ikut
andil, mempersembahkan bhakti yang tulus kepada Tuhan, niscaya Tuhan juga akan
memberikan anugerah-Nya kepada umat-Nya. Pujawali bukan hanya tanggung jawab
panitia, pinandita dan serathi banten tetapi juga seluruh umat Hindu di Kota
Batam. “Ketika umat mengamalkan ajaran agama Hindu dengan baik maka kemuliaan
hidup akan tercapai”, jelas Eko.
Pujawali
merupakan salah satu pembumian dan pelestarian ajaran Weda demi tetap tegaknya
dharma di muka bumi ini. Upacara ini merupakan implementasi dari satyam (kebenaran), siwam (kesucian) dan sundaram
(keindahan) yang pada akhirnya akan menciptakan lokasamgraha (tempat yang damai), dharma sidhiyartha yang berdasarkan Iksa (tujuan), sakti
(kemampuan), desa (tempat), kala (waktu) dan tattwa (sastra suci). Pujawali Pura Agung Amertha Bhuana, Kota
Batam mengambil tema: “melalui pujawali
ini mari kita tingkatkan sradha dan bhakti serta tetap menjaga rasa kebersamaan
dan persaudaraan di antara kita.” Tema ini sangat relevan dengan kehidupan
kita sekarang ini di mana kita hidup di tengah-tengah masayarakat yang beragam
latar belakangnya sehingga sangat penting untuk menjaga rasa kebersamaan dan
persaudaraan agar tercipta lokasamgraha atau
tempat yang damai.
Ada
beberapa rangkaian upacara pujawali. Yang paling umum adalah mecaru dan Purwa
daksina. Upakara didahului dengan proses mecaru yang berfungsi menjalin
hubungan yang harmonis kepada unsur alam (palemahan). Bhuta kala adalah unsur penyeimbang yang berperan menjaga
keseimbangan alam ini yang harus kita hormati malalui prosesi pecaruan. Pujawali berjalan dengan
lancer karena kerjasama dari semua pihak. Tujuan dari pelaksanaan upacara yajna
adalah lascarya, sidhi karya, dan labda karya yang pada akhirnya akan
memberikan damapak bagi umat baik kesucian batin dan kesejahteraan hidup.
Selanjutnya
adalah Upacara Purwa daksina, yaitu berjalan
mengelilingi padmasana dengan membawa pratima-pratima
searah jarum jam sambal mengulang-ulang nama suci Tuhan. Purwa Daksina merupakan salah satu prosesi pujawali yang mengandung
makna bahwa kita harus mengagung-agung nama suci Tuhan, yang kedua adalah bahwa
kita sebagai manusia harus ikut memutar roda kehidupan di jalan kebenaran, Jika
tidak maka kita akan bisa bertahan hidup, demikian pula jika kita keluar dari
jalan dharma maka kita akan mendapatkan hukumanya. Dalam mengarungi kehidupan
ini terkadang kita mengalami suka dan duka yang datang silih berganti. Hukum
rta ini tidak bisa dihindari oleh manusia. Penderitaan yang muncul akibat
kegiatan kerja yang kita lakukan ibarat bisa, atau racun (wisaya) yang keluar dari proses pengadukan lautan kehidupan. Sebaliknya kebahagiaan yang muncul dari
kegiatan kerja kita ibarat tirtha amertha yang memuaskan dahaga kita. JIka
salah kita memutar roda kehidupan, maka bukanya madu yang kita dapatkan
melainkan racun. Tetapi terkadang walau kita sudah memutar roda kehidupan di
jalan kebenaran tetapi kita masih saja mendapatkan racun (wisaya), itu adalah
bagian dari hukum rta yaitu, lahir-mati, penyakit, usia tua, dan penderitaan (janma mertyu jara wyadi duhka dosa
nudarsanam). Manusia tidak bisa terhindar dari hukum rta, tetapi jika kita
di jalan dharma maka penderitaan itu akan tetap kita terima tetapi kita
diberikan kekuatan batin untuk menghadapinya. Acara dilajutkan dengan
persembahan tari rejang Dewa dan tari sakral oleh Ibu – Ibu dari WHDI kepri dan
WHDI Kota Batam, kemudian sembahyang bersama, memohon tirta amerta dan melukat.
Pujawali merupakan salah satu cara untuk tetap menegakkan dharma
dan membumikan, melestarikan ajaran Weda. Sebagaimana kita ketahui dalam sastra
suci bahwa makhluk hidup berasal dari makanan, makanan berasala dari tumbuhan,
tumbuhan berasal dari hujan, hujan berasal dari yajnya, dan yajna sendiri
bisa terlaksana karena kegiatan kerja (karma).
Maka kegiatan Yajna, bersedekah, tapa
brata, dan kegiatan kerja tidak boleh kita tinggalkan karena itu adalah pensuci
bagi orang yang memuja Tuhan. Acara Pujawali ditutup setelah pementasan tari
sakral topeng sidha karya dan persembahyangan tepat jam 22.00 WIB. Umat sangat
antusias mengikuti acara dari awal sampai akhir. Demikian penjelasan Eko Prasetyo
selaku penyelenggara Hindu di tempat kerjanya. (eko2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar