Rabu, 25 Februari 2015

Umat Konghuchu Rayakan Imlek 2015 Selamat Tahun Baru Imlek 2566, Gong Xi Fa Cai


Tahun Kambing ibaratkan tahun Bakti. Orang bijaksana pada zaman dahulu sangat mementingkan bhakti. Berbhakti adalah dasar dari segala perbuatan baik. menghormati orang tua layaknya menghormati nabi/orang suci. Mewujudkan kehidupan yang bermakna luhur. Budi luhur orang tua setinggi gunung. Mengenal budi dan tahu membalas budi, tidak melupakan kewajiban. Jadilah orang yang tahu membalas budi, sehingga tidak menyia-nyiakan budi luhur orang tua kita. Anak kambing bersujud, menyusu sambil memejamkan mata. mengenang budi saat menerim air susu ibu, dengan sikap hormat membungkukkan diri. Menghormat dengan posisi kedua kaki berlutut. Sifat alami anak kambing yang mengandung makna segeralah berbhakti, jangan ditunda semasa kita masih hidup. Setelah dewasa ingatlah berbhakti dan jangan menelantarkan orang tua. Penyakit tubuh ayah, akibat kerja keras demi anaknya. kerisauan seorang ibu, dikarenakan anaknya belum menjadi orang yang mapan. Sang anak selalu berangan-angan setinggi langit, telah meninggalkan kampung halaman demi masa depan. Orang tua selalu bersandar di depan jendela, risau dan sedih menanti berita dari sang anak. Entah berapa lama melalui masa penuh derita, membuat wajah orang tua mulai menu. Jangan tunggu sampai rasa penyesalan itu tiba. Sehingga tidak mempunyai kesempatan membalas budi orang tua. Sebagai anak hendaknya bisa membalas budi, meyempurnakan hidup dengan berbhakti, tanpa penyesalan. Di dalam hati semua anak di manapun berada ucapkanlah sepatah kata terima kasih kepada kedua orang tua. (Dikutip dari ajaran Konghucu, oleh JS. Soedarmadi, Ketua Matakin Kepulauan Riau).

Minggu, 15 Februari 2015

DHARMA WACANA IDA PEDANDA GDE MADE GUNUNG


Ida Pedanda Gde Made Gunung memberikan Dharma Wacana di Batam
Umat Hindu di Kota Batam juga sangat beruntung karena pada tanggal 14 Pebruari 2015 umat Hindu Kota Batam kedatangan seorang dwijati yang sangat terkenal. Beliau adalah Ida Pedanda Gde Made Gunung. Hari itu menjadi sangat istimewa karena bertepatan dengan hari “valentine” (Hari Kasih Sayang) di mana umat berkesempatan mendengarkan ajaran suci dari Sang Dwijati yang memberikan pencerahan. Pada kesempatan itu beliau menyampaikan beberapa pokok-pokok ajaran Agama Hindu. Beliau menyampaikan bahwa Veda adalah kitab Suci Agama Hindu yang diwahyukan Tuhan melalui pendengaran (sravanam) suci para Maharsi, sehingga disebut “Sruti”, yang berasal dari kata “Srut” yang artinya mendengar. Veda kita yakini kebenaranya sampai sekarang sampai sekarang karena Veda dapat menyesuaikan dengan perkembangan  zaman dan situasi kondisi daerah setempat. Veda sangat fleksibel.


Dalam hal menyampaikan bhakti kepada Tuhan kita tidak boleh ragu-ragu menggunakan bahasa Ibu (bahsa daerah). Tuhan mengenal semua bahasa umat manusia yang ada di dunia ini. Beliau juga menjelaskan tentang pentingnya mempersembahkan kepada Tuhan sebagai wujud rasa bhakti kita kepada Tuhan. Banten juga merupakan perwujudan Tuhan dan media untuk meningkatkan kesucian dan kesejahteraan umat manusia. Di mana ada yajna, maka daerah itu akan makmur, demikian janji Tuhan kepada umat manusia. Sastra mengajarkan kepada kita tentang 4 (empat) jalan yang bisa kita laksanakan untuk memuja Tuhan sesuai dengan kemampuan kita. Ada Raja Yoga yaitu menghubungkan pikiran dengan Tuhan, tapa/brata, yoga dan Samadhi. Jalan ini sangat mulia karena kekuatan vibrasi positif yang dihasilkan dari pemusatan pikiran sangat berperan dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan di dunia ini. Jalan yang kedua adalah jnana yoga yang bertujuan menghilamngkan kebodohan (avidya) mencapai jnana (vijnana). Berikutnya Karma yoga atau jalan kerja. Bahwa kerja adalah kewajiban semua manusia, jika tidak bekerja maka tidak akan sejahtera hidup sebagai manusia, tentunya kerja dengan tidak mengharapkan hasil, karena tanpa diharapkan, gaji itu akan diterima oleh pegawai yang bekerja dengan tekun. Terakhir adalah jalan bhakti. Bhakti adala intisari dari semua jalan yang kita tempuh, karena setinggi apapun jnana kita, kekayaan kita, ilmu kita, prestasi kerja kita akan menjadi lebih mulia jika kita bhaktikan kepada umat manusia. Semua jalan ini adalah jalan Tuhan (Catur Marga Yoga).

Dalam Agana Hindu kita mengenal konsep Tat tvam Asi  yang artinya aku dan engkau adalh Itu (Brahman). Kita juga mengenal vasudaiva kutumbhakam yang artinya sesungguhnya kita semua adalah bersaudara. Keduanya merupakan konsep aktual yang mengglobal. Jadi jika kita menyakiti orang lain maka kita berbuat salah dan sama halnya dengan menyakiti Tuhan. Sebagai Umat Hindu kita harus rajin melakukan sembahyang tri Sandya 3 kali sehari, hal bertujuan untuk menghilangkan karma buruk kita, meningkatkan kualitas kesucian diri dan akhirnya membentuk pribadi yang agamis dan beradab. Kita boleh berbangga hati karena Hindu memilikki  Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Tattwa (filsafat), Susila (etika) dan Upakara (ritual keagamaan) jika ketiganya digabung maka akan membentuk satu kekuatan tersendiri bagi umat Hindu. Dalam hal pelaksanaan yajna beliau menghimbau agar umat Hindu melaksanan tradisi sesuai dengan situasi dan kondisi umat Hindu di Batam. Sesuaikan dengan Desa, Kala dan Patra. Jangan beryajna secara jor-joran, karena jika tidak sesuai sastra dan tidak ikhlas serta menimbulkan hutang finansial maka yajna itu tidak akan diterima oleh Tuhan. Tetapi harus perlu diingat bahwa dalam beryajna kita jangan memikirkan untung rugi, untuk itu sesuaikan dengan kemampuan jangan berpura – pura mampu jika tidak mampu dan jangan berpura – pura tidak mampu jika kita mampu. Semua harus kita lakukan atas dasar dan prinsip melayani Tuhan, niscaya kita akan bahagia damai dan sejahtera sesuai janji Tuhan dalam Bhagavadgita.

Dalam pergaulan di masyarakat kita harus memelihara tri Kerukunan Umat Beragama. Sebelum kita mengoreksi orang lain maka koreksilah diri sendiri, lakukan instropeksi diri terlebih dahulu. Karena jika kita tidka mampu mengendalikan diri maka kerukunan intern dan ekstern umat akan terganggu. Beliau juga mengajarkan kepada kita bagaimana hdup bahagia. Sederhana saja, kuncinya adalah kita harus mencintai alam tempat kita tinggal, menjalin hubungan yang harmonis dengan sesame manusia, memuja Tuhan dan tentunya bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita.  Renungkan pertanyaa ini dalam hati kita: Untuk apa kita lahir? Mengapa kita lahir? Kemana kita lahir? Jika kita sudah menenmukan jawabanya maka kita tidak akan mudah putus asa dan tidak takut menghadapi kematian. Karena perjalanan roh atau Atman sangat ditentukan oleh karma kita bukan oleh orang lain.




BIRO KESRA PEMPROV. BALI SELENGGARAKAN PELATIHAN/PENATARAN PEMANGKU/PINANDITA DI BATAM




Kepala Biro Kesra Setda Prov. Bali menyampaikan Paparan
Biro Kesra Setda Pemprov. Bali mengadakan Kegiatan Penataran Pemangku/Pinandita Luar Daerah di Batam, Prov. Kepulauan Riau, 12 s/d 15 Pebruari 2015. Batam pada tahun ini menjadi perhatian khusus Pemprov. Bali karena di samping jumlah umat Hindu yang cukup besar, juga karena Batam adalah kawasan perdagangan bebas yang memungkinkan terjadinya perubahan budaya dan informasi global yang begitu cepat. Acara Penataran ini diikuti oleh sekitar 40 Pemangku/Pinandita (rohaniawan Hindu yang bertugas melayani umat di Pura) dan calon pemangku yang ada di kota Batam. Kegiatan ini untuk memberi pembekalan dan melatih ketrampilan pemangku/pinandita dan calon pemangku dalam hal memimpin upacara keagamaan, Diharapkan peserta dapat langsung mempraktekanya di tengah-tengah masayarakat Hindu.

Kepala Biro Kesra Setda Provinsi Bali menyampaikan materi: Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dalam Pembinaan kehidupan Beragama. Dalam paparanya beliau menekankan bahwa arah pembinaan agama provinsi Bali ditekankan pada pembinaan Tri Kerukunan Umat Beragama yang sesuai dengan Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah, tepatnya pada Bab IV, Pasal 7, ayat 1 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah di mana dijelaskan bahwa kewenangan dalam bidang agama adalah kewenangan Pemerintah Pusat dan diarahkan untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama dan intra umat beragama dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara. Agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam kehidupan bangsa dan negara Negara dapat memberi inspirasi, motivasi dan kekuatan pendorong dalam kegiatan pembangunan guna mewujudkan masyarakat yang maju mandiri, sejahtera dan saling menghargai intern pemeluk agama dan pemeluk agama lain yang dilandasi hati yang mulia. 

Materi Yoga Asanas disampaikan oleh Drs. Dewa Artana. Peserta diajarkan bagaimana teknik memusatkan pikiran untuk menghilangkan pikiran yang negative agar bisa menghubungkan diri dengan Tuhan. Materi selanjutnya adalah Pengantar Agama Hindu yang disampaikan oleh Dr. I Gusti Made Ngurah, M.Si. Dalam paparanya beliau menyampaikan sejarah perkembangan Hindu dari Lembah Sungai Indus sampai ke nusantara. Materi ketiga adalah Wariga Dewasa/Hari Suci yang disampaikan oleh Ida Bagus Budayoga, S.Ag, M.Si. Peserta diajarkan bagaimana menentukan hari suci dan pengaruhnya dalam kehidupan manusia dan penentuan hari yang dianggap suci untuk untuk pelaksanaan upacara keagamaan. Tibalah pada materi yang sangat ditunggu-tunggu yaitu dharma wacana. Pada Materi Dharma Wacana peserta diajarkan teknik menyampaikan ceramah keagamaan dengan baik. Materi Sesana dan Gegelaran Pemangku disampaikan oleh Dr. I Gusti Made Ngurah, M.Si. Pada Materi ini, peserta diberikan bagaimana Peraturan-peraturan/sesana yang harus dipatuhi oleh seorang pemangku/pinandita. Pemangku di samping mengerti ajaran agama juga diharapkan bisa menjadi contoh dan panutan umat Hindu. Materi terakhir Praktek Membuat Banten/Sesaji yang disampaikan oleh I Wayan Kantha, SH. Peserta diajarkan bagaimana cara membuat banten/sesaji dengan benar.


Rabu, 11 Februari 2015

DANA PUNYA DI JAMAN KALI, DARI KITA UNTUK KITA



Ada pertanyaan sederhana yang ada di benak saya, sudahkah kita berdana punya? Mengapa kita harus berdana punya? Apakah dana punia hanya bisa dilakukan oleh orang kaya dan hanya berupa uang? Dan bagaimana agar dana punya kita membuahkan karma baik? Dana Punia terdiri dari dua kata yaitu Dana adalah Pemberian, sedangkan Punia artinya selamat, baik, bahagia, indah, dan suci. Jadi Dana Punia artinya pemberian yang baik dan suci.

Sebelum masuk ke bahasan utama saya ingin mengulas apa pengertian "dana punya”, akan kita bahas manfaat dana atau materi dalam hidup kita. Dalam sastra suci dapat kita sarikan 5 (lima) manfaat harta, yaitu: 1. Ametuaaken: dana adalah untuk menjaga kelangsungan keturunan kita. 2. Maweh binojana: dana digunakan untuk memberi makan pada diri kita, keluarga dan orang yang membutuhkan. 3. Mitulung urip: untuk melindungi hidup kita dan orang lain dari kemiskinan. 4. Mangupadaya: artinya uang untuk meningkatkan kualitas hidup kita secara finansial dengan cara belajar dan bekerja. 5. Sinangaskara: untuk mensucikan hidup kita, dengan cara kita dana puniakan

Lalu bagaimana perhitungan uang yang kita dana punyaka? Dalam Sarasamuscaya sloka 261, 262, 263 dan Ramayana sargah II bait 53, 34 disebutkan bahwa harta yang didapat (hasil guna kaya) hendaknya dibagi tiga yaitu untuk kepentingan Dharma 30%, Kama 30%, dan Dana harta ( Modal Usaha 40% )

Memang benar ungkapan orang bijak, bahwa uang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya adalah uang. Artinya bahwa uang itu bukan segala-galanya. Tidak semua hal di dunia ini bisa dibeli dengan uang. Tetapi banyak kebutuhan kita di dunia ini harus dibeli dengan uang. Ada sebuah cerita menarik, di mana seorang ayah dengan bangganya membelikan anaknya nasi ayam di restaurant, tetapi untuk berdana punia kepada orang yang membawa proposal pembangunan pura kita berpikir 2 kali untuk berdana punia.

Kualitas zaman dan kualitas manusia sangat berbeda-beda dari zaman ke zaman. Pada zaman Kerta Yuga keadaan zaman dan manusia masih murni, sehingga banyak manusia melakukan tapa brata yang ketat. Pada zaman Treta Yuga zaman mulai berubah, peradaban manusia mulai bergeser ke arah jnana atau upanisad. Pada zaman dwapara yuga kehidupan kerajaan sudah maju. Raja pada zaman itu diwajibkan untuk melakukan yajna yang besar, ini ada pada zaman Sri Krisna dan Wangsa Kuru. Pada Zaman Kali banyak manusia yang malas melakukan tapa brata yoga semadi. Dan manusia zaman Kali sangat memuja harta kekayaan.

Hal ini ditegaskan dalam Kitab Manava Dharmasastra  I.86:

Tapah param krta yuge
tretayam jnanamucyate
dwapare yajnya ewahur
danamekam kalau yuge


Artinya:
Di jaman kreta yuga tapalah yang paling utama, di jaman treta yuga dinyatakan pengetahuan (jnana), di jaman dwapara disebut yajna, di jaman kali yuga dana yang utama.

Menurut Manawa Dharmasastra 1.86 sebagaimana dikutip diawal tulisan ini, prioritas beragama-pun menjadi berbeda-beda pada setiap zaman. Pada zaman Kerta Yuga, kehidupan beragama diprioritaskan dengan cara bertapa. Pada Treta Yuga dengan memfokuskan pada jnana. Pada zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya dan pada zaman Kala Yuga beragama dengan prioritas melakukan dana punia.

Dalam Bhagavadgita dijelaskan:

Dravya yajnas tapoyajna
Yoga tajnas tatha pare
Svadhyaya jnanayajnas cha
Yatayah samsitavratah

Artinya:
Ada yang mempersembahkan harta, ada yang mempersembahkan tapa, yoga, mempersembahkan pikiran yang terpusat, dan sumpah berat dan mempersembahkan ilmu pengatahuan

Ke lima jenis yajna ini kita sepakati sebagai konsep Panca Maha Yajna. Drewya Yajna artinya korban suci secara ikhlas dengan memberikan barang-barang miliknya kepada orang lain pada waktu, tempat dan alamat yang tepat, demi kepentingan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat, bangsa dan negara. Pada dasarnya drweya yajna ini ditujukan kepada orang sakit, orang yang menuntut ilmu, anak-anak yatim piatu, para tamu, para pendeta, dan keluarga yang menderita karena ditinggal tugas.

Yang kedua adalah Tapa Yajna adalah korban suci yang tulus ikhlas yang dilakukan dengan jalan bertapa dengan jalan untuk mengutkan iman/sradha bahkti sehingga kuat dalam menghadapi godaan dunia, juga bertujuan untuk mempertahankan dan menegakkan dharma sehingga tercapai satyam ewa jayate, kebenaran yang menang tanpa harus meninggalkan kewajiban dalam kehidupan.

Swadhyaya Yajna adalah Korban Yajna dengan menggunakan sarana “diri sendiri” sebagi korbanya. Macam – macam swadhya yajna contohnya adalah donor organ tubuh (ginjal, mata, jantung), darah, tenaga, pikiran, dan berperang demi negara (bagi prajurit)

Yoga Yajna adalah korban suci dengan cara menghubungkan diri melalu pemusatan pikiran, menghubungkan diri dengan Tuhan dengan menyatukan cipta rasa dan karsa kita. Tetapi sebelum melaksanakan Yoga yajna harus terlebih dahulu melalui tahapn-tahapan seperti yang diajarkan oleh Maharsi Patanjali yang dikenal dengan Astangga Yoga, dan tentunya harus di bawah bimgingan guru kerohanian yang mumpuni agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, suci lahir batin dan meyakininya (sradha)

Jnana Yajna adalah korban suci dengan mempersembahkan ilmu pengetahuan. Setinggi apapun ilmu/pendidikan yang kita miliki kita harus mengabdikanya ke masyarakat. Karena ilmu itu akan menyinari pemiliknya jika terus kita abdikan di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana penjor yang melengkung ke bawah. Para Maharsi jaman dahulu melakukan jnana yoga dengan cara menerima wahyu sabda suci Tuhan, kemudian menuliskanya di pustaka-pustaka suci Weda yang kemudian diajarkan kepada umat.

Siapa saja yang wajib melakukan yajna?
Dalam susastra suci dijelaskan beberapa orang yang wajib berdana punia, yaitu para pengusaha, penyelenggara pemerintahan, para pemuka agama, penyelenggara yadnya, saudagar, orang-orang yang mampu, sewaktu waktu diwajibkan bagi semua umat, bagi umat yang berpenghasilan tetap, bagi umat yang berpenghasilan tinggi.

Siapa saja yang berhak menerima dana punya
Yang berhak menerima dana punya adalah Para Guru Rohani/ Nabe, dang acarya/ Sulinggih, orang miskin yang terlantar, orang cacat, orang yang terkena musibah, tempat suci/ Parhyangan, lembaga lembaga sosial, rumah sakit, pasraman/ Pendidikan

Tujuan Berdana Punia:

Yang pertama Dana Punia Untuk menghilangkan Kemelekatan dan penderitaan hidup. Ada 5 (lima) macam penyebab penderitaan yang disebut Panca Klesa, yaitu 1. Avidya artinya kebodohan, 2. Abhinava artinya pikiran yang liar, 3. Asthita artinya keinginan yang tidak terkendali, 4. Raga artinya kemelekatan, 5. Dweesha artinya kebencian Lima macam ini terutama pikiran, keinginan dan kemelekatan dapat kita kurangi dan kita kendalikan dengan cara beryajna. Beryajna tidak harus mahal. Ada anak kecil yang mempunyai uang 500 atau 1000 tetapi setiap hari ditabung olehnya sehingga menjadi banyak dan dipunyaka/disumbangkan. Jika kita sering kehilangan atau susah mendapat rejeki, maka cobalah buka hati kita untuk berdan punya.

Yang kedua Dana Punia untuk kelangsungan alam semesta dan kesejahteraan hidup. Dahulu kala Prajapati menciptakan dunia ini dengan yajna, dan dengan yajna kita akan berkembang, maka jadikanlah yajna itu sebagai lembu perahanmu. Artinya bahwa jika kita ingin bahagia di dunia dan setelah mati maka beryajna.

Dalam Bhagavadgita III.14 dijelaskan:                                  

Annad bhavanti bhutani
Prajnyad annasambhavad
Yadnyad bhavati parjanyo
Yajnah karma samudhbhavad

Artinya:

Makhluk hidup berasal dari makanan, makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan berasal dari hujan, hujan berasal dari yajna, adanya yajna karena kegiatan kerja (karma)

Dari sloka di atas sangat jelas bahwa dengan beryajnya, berdana punia maka kita akan ikut memutar roda kehidupan, hidup haruslah berkarma

Tujuan dana punya yang ke-tiga adalah menyucikan Hidup kita

Dalam Bhagavadgita XVIII.5

Yajna dana tapa karma
Na tyajam karyam eva tat
Yajna danam tapas caiva
Pavanam manisinam

Kegiatan beryajna, berdana punya, tapa brata yoga samadi jangan dihilangkan atau ditinggalkan, melainkan harus dilaksanakan, karena semua itu adalah pensuci bagi orang yang arif dan bijaksana

Dari sloka di atas dapat jelas kita ambil intisarinya bahwa kegiatan mengadakan upacara yajnya (sesaji), berdana punia, dan tapa brata adalah yang membuat hidup kita tersucikan, maka jika hidup anda ingin suci beryajnyalah, bersedekahlah dan lakukan pengendalian diri tapa brata yoga samadi.

Berdana Punya untuk Memperbaiki karma Kita

Dalam Bhagavadgita IX.22 dijelaskan

Ananyas cintayanto mam
Ye janah paryupasate
Tesam nitya biyuktanam
Yoga ksemam vahamy aham

Artinya:
Mereka yang memuja Tuhan dengan jalan yang dibenarkan oleh sastra Weda, maka akan dibawakan yang belum dia miliki, dan akan dilindungi apa yang sudah mereka milikki.

Berdana punya dapat meltih kita untuk ikhlas dan berbhakti.Jika kita melakukan dana punya atas nama bhakti kepada Tuhan, maka Tuhan pun akan memberikan apa yang belum kita miliki dan melindungi apa yang sudah kita miliki, tentunya ini disesuaikan dengan karma kita, ketulusan kita.

Lalu bagaimana agar dana punya kita bisa membuahkan karma baik? Ada beberapa Syarat dana punia agar melipat gandakan kesuksesan anda, yaitu: Ikhlas. Ada cerita menarik Filosopis uang 1000 dan uang 100.000 bahwa uang 1000 itu justru sering berputar, sering dipegah oleh orang-orang kecil seperti pedagang di pasar, tukang parkir dan sebagainya, tetapi uang 100.000 sering dipegang oleh pejabat, artis dan sebagainya. Artinya bahwa berapapun anda berdana punya jika dengan keikhlasan maka akan diterima sebagai yajna yajna yang utama. Dana punya harus tanpa ketakutan, tidak ada tekanan. Dana juga diperoleh dan diberikan dengan cara yang dibenarkan oleh sastra. Dana punya harus diberikan pada waktu yang tepat (sebagian orang percaya di purnama adalah sangat baik untuk berdana punia.

Di samping itu ada 5 (lima) hal yang wajib dijadikan dasar pertimbangan dalam melaksanakan dana punya, Lima dasar pertimbangan itu yang disebut Panca Tarka adalah: Iksha adalah pandangan hidup masyarakat setempat, sakti adalah kemampuan, desa adalah aturan rohani setempat. Kala (waktu), ada saat yang paling baik melaksanakan dana punia masal, adalah: Uttarayana (purnama kedasa) Umat Hindu diwajibkan melaksanakan dana punia secara serentak. Sewaktu waktu tepatnya pada purnama dan tilem baik Uttarayana, swakala, daksinayana (matahari menuju utara, di katulistiwa, dan menuju selatan), Saat gerhana matahari dan bulan, Dalam keadaan pancabaya. tattwa aturan sastra
Pada era sekarang ini Melakukan dana punya akan lebih baik diarahkan untuk membangun SDM yang berkualitas. Pustaka Slokantara Sloka 2 menyatakan lebih utama nilainya mendidik seorang putra menjadi suputra daripada seratus kali upacara yadnya. Inilah idealisme ajaran Hindu yang semestinya dijadikan acuan pada zaman Kali Yuga dewasa ini.

Dana Punia yang dilakukan dengan tulus ikhlas akan memudahkan kita dalam mencapai tujuan hidup, Catur Purusha Artha, yaitu: dharma, artha, kama dan moksa. Umat Hindu sudah memiliki Badan Dharma dana nasional (BDDN) PHDI Pusat. BDDN PHDI Pusat menyalurkan dana punya umat kepada umat yang membutuhkan seperti beasiswa mahasiswa Hindu yang kuliah di Perguruan Tinggi Negeri yang ditunjuk PHDI. BDDN juga menyalurkan dana dari umat untuk pemberdayaan ekonomi umat Hindu untuk mengembangkan usaha kreatif dan mandiri. Umat Hindu juga bisa menyalurkan dana punya di pura-pura, pasraman atau lembaga sosial keagamaan Hindu. Kita juga bisa menyalurkan dana punya melalui program-program penggalangan dana punya seperti Media Hindu Educare, Dana Punya Lokasamgraha Media Hindu, dan Program Pemberdayaan Ekonomi Umat Hindu. Lalu tunggu apalagi? Mari kita tanamkan dalam diri kita dan anak-anak kita untuk berdana punya seikhlasnya. Karena dana punya adalah dari kita untuk kita, agar umat Hindu semakin maju. (Batamhindubatam 2015)



PUJAWALI PURA AGUNG AMERTHA BHUANA BATAM




Ida Pedanda Gde Panji Sogata muput karya Melasti
Pada hari Jumat Kliwon, Wuku Tolu, 7 Nopember 2014 yang bertepatan dengan purnama sasih kelima, Umat Hindu di Kota Batam mengadakan Upacara Pujawali di Pura Agung Amertha Bhuana. Upacara pujawali merupakan bagian dari Dewa Yajna yang berarti memuja kembali keagungan Tuhan pada hari yang sudah ditentukan. Pujawali merupakan salah satu pembumian dan pelestarian ajaran Weda demi tetap tegaknya dharma di muka bumi ini. Upacara ini merupakan implementasi dari satyam (kebenaran), siwam (kesucian) dan sundaram (keindahan) yang pada akhirnya akan menciptakan lokasamgraha (tempat yang damai), dharma sidhiyartha yang berdasarkan Iksa (tujuan), sakti (kemampuan), desa (tempat), kala (waktu) dan tattwa (sastra suci). Pujawali Pura Agung Amertha Bhuana, Kota Batam mengambil tema: “melalui pujawali ini mari kita tingkatkan sradha dan bhakti serta tetap menjaga rasa kebersamaan dan persaudaraan di antara kita.” Tema ini sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang ini di mana kita hidup di tengah-tengah masayarakat yang beragam latar belakangnya sehingga sangat penting untuk menjaga rasa kebersamaan dan persaudaraan agar tercipta lokasamgraha atau tempat yang damai.

Persiapan Melasti
Pada hari sebelumnya yaitu hari Kamis, 6 Nopember 2014 umat juga mengadakan Melasti/mekiyis di danau Sei Ledi. Upacara ini selain untuk menyucikan sarana upakara berupa wastra dan pratima lainya, dalam sastra suci yang bahasa jawa kuna dijelaskan: “pamratista pesucian dewa kalinggania bethara kabeh”, juga bertujuan untuk memohon anugrah dan kesucian kepada Tuhan. Dalam Bahasa Jawa Kuna dijelaskan: “amet sarining tirtha kamandalu ring telenging segara” yang artinya menyerap sari-sari tirtha amertha dari tengah-rengah samudera, sebagai mana halnya para dewa dan raksasa mengaduk lautan susu pada jaman dahulu kala. Setelah itu dilanjutkan dengan Upacara Purwa daksina, yaitu berjalan mengelilingi padmasana dengan membawa pratima-pratima searah jarum jam sambal mengulang-ulang nama suci Tuhan. Purwa Daksina merupakan salah satu prosesi pujawali yang mengandung makna bahwa kita harus mengagung-agung nama suci Tuhan, yang kedua adalah bahwa kita sebagai manusia harus ikut memutar roda kehidupan di jalan kebenaran, Jika tidak maka kita akan bisa bertahan hidup, demikian pula jika kita keluar dari jalan dharma maka kita akan mendapatkan hukumanya. Dalam mengarungi kehidupan ini terkadang kita mengalami suka dan duka yang datang silih berganti. Hukum rta ini tidak bisa dihindari oleh manusia. Penderitaan yang muncul akibat kegiatan kerja yang kita lakukan ibarat bisa, atau racun (wisaya) yang keluar dari proses pengadukan lautan kehidupan.   Sebaliknya kebahagiaan yang muncul dari kegiatan kerja kita ibarat tirtha amertha yang memuaskan dahaga kita. JIka salah kita memutar roda kehidupan, maka bukanya madu yang kita dapatkan melainkan racun. Tetapi terkadang walau kita sudah memutar roda kehidupan di jalan kebenaran tetapi kita masih saja mendapatkan racun (wisaya), itu adalah bagian dari hukum rta yaitu, lahir-mati, penyakit, usia tua, dan penderitaan (janma mertyu jara wyadi duhka dosa nudarsanam). Manusia tidak bisa terhindar dari hukum rta, tetapi jika kita di jalan dharma maka penderitaan itu akan tetap kita terima tetapi kita diberikan kekuatan batin untuk menghadapinya.
          Acara dilanjutkan dengan dharma wacana yang dibawakan oleh Ida Pedanda Gde Panji Sogata dari Griya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Beliau mengupas tentang yajna. Beliau juga mengingatkan bahwa upacara menek bajang (raja sewala) yang dilaksanakan pada hari Jumat harus dimaknai keseluruhan, bukan hanya sebagai kewajiban orang tua (membayar utang) kepada leluhur (pitra rna) dan Tuhan (Dewa Rna), tetapi juga mengandung makna bahwa kita harus mendidik anak-anak kita. Pendidikan juga merupaka kewajiban dan hutang yang harus diberikan kepada anak-anak. Pada umur 1 sampai dengan 5 tahun kita harus memperlakukan anak seperti raja. Pada fase kedua yaitu umur 6 sampai dengan 10 tahun maka haru memberikan hukuman-hukuman yang sesuai jika dia bersalah. Pada usia 11 dan seterusnya maka harus kita jadikan seperti sahabat. Adakalanya orang tua terlalu memanjakan anak-anaknya karena terlalu saying dengan anak. Dalam Slokantara dijelaskan ada 5 (lima) kewajiban mendasar orang tua, yaitu: 1. Ametuwakaken yaitu melahirkan putra yang suputra untuk meneruskan garis keturunan leluhurnya, 2. Maweh binojana artinya orang tua waib memberikan makan dan bekal materi kepada anaknya, 3. Mitulung urip yaitu orang tua wajib memberikan perlindungan dan rasa aman kepada anaknya, 4. Mangupadaya artinya orang tua wajib memberikan pendidikan formal dan non formal kepada anaknya, 5 sinangaskara artinya orang tua wajib mengadakan upakara yajnya yang bertujuan untuk menyucikan rohani si anak. Upacara menek bajang, atau menek dehe (raja sewala)  sangat relevan dengan kewajiban orang tua yang kelima yaitu sinangaskara, yang mengusahakan kesucian bagi anaknya..  
Pada hari Jumat yang bertepatan dengan purnama sasih kalima upacara pujawali dilaksanakan. Upacara Pujawali dipuput oleh Ida Pedanda Gde Panji Sogata, dari griya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Upakara didahului dengan proses mecaru yang berfungi menjalin hubungan yang harmonis kepada unsur alam (palemahan). Bhuta kala adalah unsur penyeimbang yang berperan menjaga keseimbangan alam ini yang harus kita hormati malalui prosesi pecaruan. Acara dilanjutkan dengan proses panglukatan bagi ibu-ibu yang sedang mengandung. Dan yang tidak kalah penting adalah upacara pawintenan bagi serati banten dan ketua Banjar se-Kota Batam. Upacara ini penting untuk memberikan kekuatan batin kepada para serati bantendan ketua Banjar dalam melaksanakan ngayah di pura dan mempelajari Weda pada tahapan selanjutnya. Serati banten dan pengempon pura adalah bagian dari Tri Manggalaning Yajna yaitu: sang yajamana (pemilik yajna), serati banten dan manggala upacara, pemuput upacara. Winten berasal dari kata intan, di mana intan itu murni, bersinar berkilau dan tajam. Dengan demikian peserta pewintenan diharapkan memiliki pikiran yang suci, jernih dan tajam laksana intan, sehingga bisa mempelajari Weda dan melakukan kegiatan ngayah di pura tanpa keraguan di dalam hati. Upacara lain yang tidak kalah pentingnya adalah upacara menek bajang (raja sewala), Upacara Menek bajang atau menek dehe merupakan Pergantian atau masa transisi umur, kejiwaan remaja untuk menapak kehidupan menjadi manusia yang sejati, untuk itu perlu diadakan upacara Rajasewala agar dapat menghindarkan dan mengurangi pengaruh buruk dari Butha Kala yang identik dengan perilaku asuri sampad yang cenderung memberi godaan Sad Ripu. Upacara ini juga sebagai simbolis meningkatnya seorang anak menjadi dewasa, yakni manusia yang telah mendapatkan pencerahan, sesuai dengan makna kata dewasa, dari kata devasya yang artinya milik dewa atau dewata. Seorang telah dewasa mengandung makna telah memiliki sifat dewata (Daivi sampad) seperti diamanatkan dalam sastra suci. Upacara ini juga bertujuan untuk memenuhi Kewajiban orang tua terhadap anaknya untuk menemukan hakekat manusia yang sejati. Orang tua memperoleh kesempatan untuk beryajna, menumbuh-kembangkan kepribadian seorang anak, sehingga anak tersebut mencapai kedewasaan, mengetahui makna dan hakekat penjelmaan sebagai umat manusia. Pelaksanaan Upacara ini merupakan tanggung jawab orang tua dalam menyucikan lahir batin anaknya, sehingga dapat menjadi manusia yang sejati bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara spiritual, seseorang yang telah disucikan akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi, para dewata dan leluhur, kelak bila yang bersangkutan meninggal dunia, Atma yang bersangkutan akan bertemu dengan leluhurnya di alam Piá¹­á¹›a (Pitraloka). Acara dilanjutkan dengan dengan acara hiburan dan  pementasan tari Barong rangda, dan diakhiri dengan nyinep Ida Bethara.
Pujawali berjalan dengan lancer karena kerjasama dari semua pihak. Tujuan dari pelaksanaan upacara yajna adalah lascarya, sidhi karya, dan labda karya yang pada akhirnya akan memberikan damapak bagi umat baik kesucian batin dan kesejahteraan hidup. Pujawali merupakan salah satu cara untuk tetap menegakkan dharma dan membumikan, melestarikan ajaran Weda. Sebagaimana kita ketahui dalam sastra suci bahwa makhluk hidup berasal dari makanan, makanan berasala dari tumbuhan, tumbuhan berasal dari hujan, hujan berasal dari yajnya, dan yajna sendiri bisa terlaksana karena kegiatan kerja (karma). Maka kegiatan Yajna, bersedekah, tapa brata, dan kegiatan kerja tidak boleh kita tinggalkan karena itu adalah pensuci bagi orang yang memuja Tuhan.(batam)


Dharma Wacana Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda: “Implementasi Tattwa, Susila, dan Upacara, Merupakan Tantangan dan Harapan umat Hindu”



Pada Hari Minggu, 8 Pebruari 20115 tepat di Aula Pasraman Jnana Sila Bhakti, Pura Agung Amertha Bhuana Batam, umat Hindu se-Kota Batam berkumpul mengikuti dharma wacana yang disampaikan oleh Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda yang merupakan dharma duta PHDI Pusat. Acara dibuka secara resmi oleh Nyoman Winatha, selaku Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi kepulauan Riau. Hadir dalam kesempatan itu Drs. I Wayan Catra Yasa, MM selaku tokoh dan sesepuh umat Hindu Kota Batam. Acara juga dihadiri oleh Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam. Acara ini diikuti oleh lebih kurang 200 umat Hindu yang tersebar di Kota Batam. Dharma Wacana merupakan ceramah keagamaan yang bertujuan untuk menyampaikan nilai-nilai pendidikan budi pakerti Hindu. Dalam kesempatan ini narasumber mengambil sebuah topik yaitu: Implementasi Tattwa, Susila, dan Upacara, Merupakan Tantangan dan Harapan Umat Hindu. Topik ini menarik sekali mengingat dewasa ini umat Hindu mulai kehilangan nilai-nilai susila, pemahaman upacara dan filsafat. Ke tiganya merupakan bagian yang tidak bisa terpisah satu dengan yang lain. Tattwa merupakan filsafat atau ajaran dari agama Hindu, susila adalah etika, sopan santun, sedangkan upacara merupakan pelaksanaan ritual pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mengapa disebut sebagai tantangan? Karena di era globalisasi ini manusia sudah kehilangan jati dirinya sebagai makhluk Tuhan. Hal ini tidak lepas dari pengaruh negative kemajuan era globalisasi. Banyak kita jumpai anak-anak kita yang masih duduk di bangku sekolah terlibat dalam tawuran, narkoba, geng motor dan sebagainya. Hal ini menandakan bahwa ajaran agama itu dianggap tidak menarik dan terlalu mengikat bagi anak-anak kita. Banyak sekali tayangan di televise yang memberikan pencitraan yang negative pada anak-anak. Budaya hedonism, sadisme (kekerasana) pornografi dan sebagaianya sering ditayangkan oleh media bahkan di jam belajar anak sekolah. Ini harus menjadi perhatian kita bersama khususnya rohaniawan Hindu untuk mengajarkan kepada anak-anak kita akan pentingnya pendidikan budi pakerti sejak dini. Dan dalam agama Hindu kita mengenal ajaran susila yang merupakan bagian dari Tri Kerangka dasar Agama Hindu. Ini belum terlambat jika semua pihak mau bekerja sama dan bahu membahu dalam pendidikan generasi muda Hindu baik di keluarga, masyarakat dan di sekolah. Hal ini membuktikan bahwa implementasi/penerapan ajaran Susila sangat kurang di kalangan anak muda.

Disebut juga sebagai harapan, karena dengan pemahaman yang benar tentang tattwa (filsafat agama), susila (etika) dan upacara (ritual) maka diharapkan akan terjadi perubahan karakter umat Hindu itu sendiri. Umat akan menjadi umat yang beriman, cerdas dn sejahtera. Hal ini sejalan dengan visi Bimas Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam yaitu: “Terwujudnya Perikehidupan Umat Hindu Kota Batam Yang Damai, Rukun, Toleransi, Berkualitas, Bersatu Padu Dalam Masyarakat Dan Dapat Mengamalkan Ajaran Agama Dalam Kehidupannya.

Kesimpulanya jika ingin menjadi umat Hindu yang sesungguhnya maka kita haru mampu mengimplementasikan, menerapkan ajaran tattwa, suslia dan upakara dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua, masyarakat dan guru di sekolah harus bahu membahu dalam mengawasi aktivitas anak-anak kita yang masih duduk di bangku sekolah. Karena Pendidikan Susila, Pendidikan budi pakerti adalah menjadi tanggung jawab kita bersama, bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah.

Selasa, 10 Februari 2015

Perayaan Nyepi 1937 Saka

Om swastyastu
Tema Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937 sesuai Surat Edaran Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor: 287/Parisada Pusat/I/2015, Tanggal 20 Januari 2015 adalah: "PENYUCIAN DIRI DAN ALAM SEMESTA MENUJU PENINGKATAN KUALITAS KERJA". sub Tema disesuaikan dengan kondisi aktual daerah setempat.
Om Santi Santi Santi Om