Minggu, 24 Mei 2015

Isu-Isu Aktual Kerukunan Umat Beragama


Pada Hari Minggu, 24 Mei 2015 bertempat di Gedung Wisma Haji, Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Kota Batam, Kementerian Agama Kota Batam yang dipimpin oleh Drs. H. Zulkifli, M.Si menyelenggarakan Rapat Rencana Aksi Tragedi Pengungsi Rohingnya di Sumatera Utara dan Aceh dan Pembahasan Isu-Isu Aktual Kerukunan Umat Beragama di Kota Batam. Tujuan Rapat ini adalah menentukan sikap dan rencana aksi terhadap isu – isu tersebut di atas. Rapat dihadir oleh sekitar 20 peserta yang terdiri dari ketua FKUB Kota Batam, Sekretaris Umum FKUB Kota Batam, Drs. I Wayan Catra Yasa, MM, Ketua Dewan Masjid, pejabat kementerian Aga Kota Batam, Penyelenggara Hindu, Eko Prasetyo, S.Ag, Penyelenggara Budha, Kodho EKo Prayogo, S.Ag. Penyelenggara Kristen dan Penyelanggara Katolik, para ketua pastur se-Kota Batam, kepala KUA se-Kota Batam, ketua WALUBI KOTA BATAM, Parisada Kota Batam dan MUI Kota Batam.

Isu ini sebenarnya adalah murni konflik suku bukan agama. Tetapi ditunggngi oleh pihak yang berkepentingan untuk menciptakan suasana yang tidak kondusif. Banyak foto yang sudah direkayasa. Di Media Presiden sudah mendesak PBB, Myanmar dan Bangladesh untuk memikirkan permasalahan ini. Bahan bantuan yang sangat dibutuhkan adalah bahan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Kita harus membuat himbauan di media cetak di kota Batam dan penggalangan dana untuk para pengungsi.

Dari Perwakilan Hindu Drs. I Wayan Catra Yasa, MM yang juga merupakan Sekretaris Umumm FKUB Kota Batam menanyampaikan bahwa pada prinsipnya Hindu setuju dengan rencana aksi ini tergantung teknisnya seperti apa di lapangan, apakah mendirikan posko di tempat ibadah, mengerahkan mahasiswa turun ke jalan menggali dana atau membuka rekening bang bersama.

Sementara dari perwakilan Umat Budha dan Walubi memberikan apresiasi kepada Kementeria Agama Kota Batam yang bergerak cepat tanggap darurat pengungsi Rohingya. Konflik itu bukan konflik agama tetapi murni suku Rohingya dan suku asli Myanmar, dan Rohingnya sendiri adalah suku asli Bangladesh. Dari Walubi menjelaskan bahwa gambar-gambar itu tidak semuanya asli tetapi juga tidak semuanya palsu. Da unsure rekayasa. Pihak Agama Budha juga sudah memberikan keterangan yang detail terhadap kebenaran di lapangan. 

Sementera dari perwakilan KUA menyatakan bahwa perlu tim kerja yang di SK kan oleh Kemenag Kota Batam sebagai langkah nyata. Di Kota Batam sendiri ada sekitar 1165 masjid, sangat memungkinkan untuk menggalang dana yang lebih besar. Kita harus membuka reking bank dan bersurat kepada Pemko Batam agar mengetahuinya. Perlu juga kajian IPTEK akan kebenaran gambar di internet. Walubi Indonesi juga sudah membentuk tim klarifikasi yang meneliti kebenaran gambar di internet.

Turki juga sudah mengirim 8 (delapan) kapal perang untuk menccari kapal mengungsi rohingnya yang terombang ambing berbulan bulan di lautan lepas. Banyak pengungsi yang sudah mati di perjalanan karena kelaparan. Amerika dan Malaysia juga siap membantu. Indonesia juga sudah menyediaan 2 (dua) tempat yaitu di Aceh dan di Sumatera Utara.

Untuk Pembahasan isu-isu aktual yang berkatan dengan suku agama ras dan antar golongan (SARA), pembahasan mengarah pada konflik antara suku Batak dan suku Melayu di Tanjung Uncang, Batam Kepulauana Riau. Kementerian Agama menghimbau agar semua pihak bisa menahan diri agar keadaan tidak semakin memburuk.


Makna upacara Potong Gigi

foto diambil di Pura Amertha Sari, Semarang Jawa Tengah
Upacara Potong gigi yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam upaya meningkatkan sradha dan bhakti untuk menuju manusia yang berkualitas (putra yang suputra). Hal ini adalah merupakan tanggung jawab orang tua dalam membina dan mendidik anak-anaknya agar dapat mewujudkan anak yang sadhu budi gunawan.

Ada lima tanggung jawab orang tua dalam keluarga sebagaimana diungkapkan dalam ajaran agama Hindu (Filsafat Jawa) yaitu: Ametuaken Artinya orang tua berkewajiban untuk melahirkan atau mengadakan keturunan. Maweh Binojana Artinya orang tua berkewajiban untuk memberikan makanan yang bergisi agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik. Matulung Urip Artinya orang tua berkewajiban untuk melindungi anaknya dasri segala mara bahaya, dan segala jenis penyakit; Mangupadaya Artinya orang tua berkewajiban untuk memberikan Bekal berupa pendidikan sains dan moral yang cukup kepada anaknya agara kelak ia mampu mengauasi IPTEK dalam mempermudah mencapai tujuan hidup.  Sinangaskara Artinya orang tua berkewajiban untuk menyucikan lahir dan batin sang anak agar menjadi manusia yang memilikki moral, etik dan spiritual. Berdasarkan kelima kewajiban orang tua tersebut, maka pelaksanaan upacara potong gigi dan Rajasewala yang Bapak Ibu laksanakan adalah merupakan kegiatan Sinangaskara atau penyucian lahir batin anak yang harus diupayakan oleh orang tua.

Salah satu tradisi yang perlu kita kaji bersama sesuai dengan sastra agama, bahwa pelaksanaan Upacara Potong Gigi bagi pemeluk Agama Hindu khususnya yang dari Bali tidak mutlak pulang ke Bali. Dan Hari ini Bapak Ibu telah melaksanakanya di Pura Amertha Sari, Semarang. Hal ini dilandasi oleh  Dharma siddhi arta yaitu: Iksa (Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (tempat), Kala (waktu), dan Tattwa (keyakinan/sastra). Di Jawa Upacara Potong Gigi sudah ada sejak zaman dahulu kala dan dikenal dengan istilah “Pangur” kemudian budaya hilang karena adanya tekanan dari agama lain yang masuk setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu.. Walaupun sifatnya wajib potong gigi tidak harus mahal, sehingga semakin banyak umat Hindu yang bisa melaksanakanya. Dan ke depan harus ada pemikiran potong gigi ala “Jawa”. Sepertti masyarakat Hindu Tengger yang mengadakan Upacara Ngaben ala Hindu Jawa Tengger yaitu “Entas-Entas”

Berdasarkan landasan tersebut di atas maka upaca potong gigi dapat dilakukan di mana saja sesuai dengan keadaan daerah tempat di mana kita tinggal, mengingat upacara potong gigi adalah merupakan salah satu satu aktivitas keagamaan  Hindu yang sangat penting dilakukan oleh umat Hindu dalam upaya meningkatkan Sradha dan Bhakti, maka upacara potong gigi bersama yang kita laksanakan sangat perlu dan bermanfaat bagi umat Hindu.

Upacara Potong Gigi merupakan salah satu bagian dari Upacara Manusa Yajna  yang patut dilaksanakan oleh Umat Hindu yang mengandung pengertian bagi umat Hindu yaitu: 1) Pergantian atau masa transisi umur, kejiwaan remaja untuk menapak kehidupan menjadi manusia yang sejati, utnuk itu perlu diadakan upacara Potong Gigi dasn Rajasewala agar dapat menghindarkan dan mengurangi pengaruh buruk dari Butha Kala yang identik dengan perilaku asuri sampad yang cenderung memberi godaan Sad Ripu. Gigi yang dipotong adalah Taring yang melambangkan keserakahan. Upacara ini juga sebagai simbolis meningkatnya seorang anak menjadi dewasa, yakni manusia yang telah mendapatkan pencerahan, sesuai dengan makna kata dewasa, dari kata devasya yang artinya milik dewa atau dewata. Seorang telah dewasa mengandung makna telah memiliki sifat dewata (Daivi sampad) seperti diamanatkan dalam kitab suci Bhagavadgita. 2) Memenuhi Kewajiban orang tua terhadap anaknya untuk menemukan hakekat manusia yang sejati. Orang tua memperoleh kesempatan untuk beryajna, menumbuh-kembangkan keperibadian seorang anak, sehingga anak tersebut mencapai kedewasaan, mengetahui makna dan hakekat penjelmaan sebagai umat manusia. Pelaksanaan Upacara Potong Gigi merupakan tanggung jawab orang tua dalam menyucikan lahir batin anaknya, sehingga dapat menjadi manusia yang sejati bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Secara spiritual, seseorang yang telah disucikan akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi, para dewata dan leluhur, kelak bila yang bersangkutan meninggal dunia, Atma yang bersangkutan akan bertemu dengan leluhurnya di alam Pitraloka. 4) Dalam aspek estetika jika gigi itu sudah dipotong maka akan terlihat indah dan menambah kecantikan bagi yang disangih.

Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa upacara potong gigi adalah suatu upacara penting dalam kehidupan umat Hindu, karena bermakna menghilangkan kotoran diri (nyupat) sehingga menusia dapat menemukan hakekat jati diri manusia yang sejati dan terlepas dari belenggu kegelapan akibat pengaruh dari Sad Ripu dalam diri manusia.

Dalam Lontar Puja Kalapati disebutkan “apabila tidak melakukan upacara potong gigi, maka rohnya tidak akan bertemu dengan roh orang tuanya di surga kelak”.Maka dari itulah setiap orang tua di kalangan umat Hindu berusaha dalam hidupnya menunaikan kewajiban terhadap anaknya dengan melaksanakan Upacara Manusa Yajnya dari lahir sampai menikah (wiwaha Samskara) salah satunya adalah upacara potong gigi dan rajasewala. Kami berharap agar umat Hindu dapat melaksanakan upacara potong gigi sesuai dengan ketentuan sastra agama sehingga membawa dampak positif bagi yang melaksanakanya. Upacara ini kami harpkan dapat menghilangkan kotoran diri dalam wujud kala, bhuta, dan pisaca, raksasa (asuri sampad) dalam arti jiwa dan raga diliputi oleh watak Sad Ripu sehingga pada akhirnya dapat menemukan hakekat manusia yang sejati. Upacara Potong gigi yang Bapak/Ibu laksanakan mudah-mudahan dapat meningkatkan persatuan dan kesatuan Umat Hindu dalam pelaksanaan Upacara Yajna. Terakhir Dapat meningkatkan Pemahaman dan wawasan umat tentang pentingnya Upacara potong gigi dalam meningkatkan sradha dan bhakti Umat Hindu. (eko prasetyo/batam)


Pementasan Wayang oleh Dinas Pariwisata Pemprov. Bali di Pura Agung Amertha Bhuana Batam

Pada hari Sabtu, 16 Mei 2015 bertempat di Utama Mandala Pura Agung Amertha Bhuana Kota Batam, kembali Dinas Pariwisata prov. Bali menggelar perrtunjukan Wayang dalam rangka memeriahan Hari Tumpek Landep. Acara didahului dengan persembahyangan bersama, dilanjutkan sambutan dari sesepuhh Umat sekaligus sebagai ketua LPDG Prov. Kep. Riau dan dharma duta Parisada, Drs. I Wayan Catra Yasa, MM. Dilanjutkan dharma wacana dari ketua Tim Dinas Pariwisata Prov. Bali. Diakhiri dengan foto bersama.

Konsep pertunjukan wayang ini sangat sedrehana namun kaya dengan pesan moral dan spririual. Di tengah-tengah narasi sang Dhalang, tim juga menyajikan Tari Kecak yang sudah sangat populer itu. Umat Hindu kota Batam sangat terhibur dan pada pukul 00.15 acara diakhiri.


Makna Tumpek Landep


Tumpek Landep adalah saat di mana Ida Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai  “Pasupati” atau “Siwa Pasupati” itu sebdiri. Dan purnama yuganing sang candra. Pasupati itu terdiri dari pasu= binatang/kehidupan, pati=penguasa, jadi “Pasupati” adalah penguasa kehidupan/binatang, binatang di sini melambangkan nafsu indria, maka jangan heran jika dalam gambar dewa Siwa dhyana itu duduk dengan kulit harimau, artinya beliau mengajarkan kepada kita dalam hidup harus menguasai panca indra, jangan kita dikuasai oleh panca indra pemuas nafsu kita. Pada hari Tumpek Landep, Siwa sebagai Pasupati menganugerahkan jnana atau ketajaman pikiran (landeping idep), ketajaman perkataan(landeping wak), dan ketajaman perbuatan (landeping laksana). Pikiran dipertajam dengan ilmu, tapa brata yoga Samadhi, perkataan ditajamkan dengan menata  pembicaraan, dalam filsafat jawa ada istilah “ajining dhiri ono ing gebyaring lathi” harga diri manusia ada pada kata-katanya. Perbuatan ditajamkan dengan pergaulan, harmonisasi.  dari kelima hari ini ada kaitanya yaitu manusia diarahkan untuk melakukan penebusan dosa, setelah dimurnikan maka diberikan ilmu pengetahuan pada hari Saraswati dan pada tumpek landep yang berbarengan dengan purnama ditajamkan kembali. Sepulang dari pura Bapak Ibu bisa melukat di rumah dengan tirta pasupati yang telah disiapkan oleh panitia, yang berisi bunga, dan yang polos adalah tirta amerta, atau Bapak Ibu bisa menggunakan air kelapa gading, karena di hari suci purnama air kelapa gading diyakini akan dapat memberishkan segala kekotaran batin baik diberi mantra maupun tidak.

Dalam lontar Agastya Parwa dijelaskan telah terjadi percakapan anatara sang Dredasyu dengan Bagawan Agastya begini bunyinya: “ wahai Guru mulia, Perbuatan mulia apakah yang membuat seseorang mencapai keutamaan hidup baik di dunia maupun setelah mati?’ kemudian Bahgaan Agastya menjawab: wahai Sang Drdhasyu, ada 3 hal yang memungkinkan seseorang mencapai keutamaan hidup, adalah ulah, sabda dan ambek (perbuatan, perkataan dan pikiran), akibat yang dihasilkan oleh pikiran lebih besar daripada perkataan, dan perkataan lebih berat dari pada perbuatan, demikian juga sebaliknya dosa yang dihasilkan oleh perbuatan yang disertai kesadaran pikiran lebih besar daripada yang tidak menggunakan emosi pikiran. Untuk itu disaran seorang spiritual itu diharapkan dapat berpikir baik. Pikiran itu tajam, bisa jadi teman bisa jadi lawan, waspadalah, waspadalah!!!!

Kemudian Bhagawan Agastya menambahkan lagi ada tiga hal lagi yang harus dipegang oleh umat manusia yaitu: tapa, yajna dan krti, tapa lebih ditekankan ke pengendalian indria, selalu seimbang walau dihina dan dipuji, jangan kita senang lihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang. Ini negative sekali. yajnya berarti korban suci yang tulus ikhlas, mari kita lestarikan upakara yajna yang berlandaskan sastra suci sebagai bentuk pelestarian dan pembumian ajaran Weda, yajnya sebagai kamdhuk atau sapi perahan yang membuat hidup sejahtera, Karena dengan yajnya hujan dan kemakmuran itu ada, di mana suatu daerah tidak ada yajnya maka daerah itu akan kering/tidak subur. Penglingsir kita begitu agung mewariskan ajaran yajnya, seperti Mpu Kuturan, Dhahyang Nirarta, Mpu Markandeya, dsb. Kemudian krti adalah perbuatan baik dengan membangun fasilitas umum seperti pura, pasraman sekolah, dll, krti bisa  sebagai investasi karma. Ketiga hal ini di masyarakat menimbulkan prawerti dan niwerti marga yang artinya bahwa jalan jnana dan bhakti itu selalu ada dan berdampingan, jangan kita mengartikan bahwa prawerti itu jalan bagi yang jnananya rendah, dan niwerti bagi yang jnananya tinggi, di hadapan Tuhan semua sama yang membedakan adalah kualitas bhakti, ikhlas dan tidaknya.
Berkaitan dengan tumpek Landep dalam filsafat Jawa dijelaskan ada 3 hal yang harus dipegang dalam hidup yaitu pinter bener dan kober, artinya kita harus mampu mebedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan menggunakan pratyaksa, anumana, dan sabda pramana. Kita harus berpegang pada dharma, sak beja-bejane wong sing ora waspodo isih bejo wong kang eling lan waspodo. Kober artinya kita mampu meluangkan waktu, setinggi-tingginya ilmu kita, maka endingnya harus diabdikan. 

Dalam hidup ada lima tanggung jawab sebagai manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana diungkapkan dalam ajaran agama Hindu (Filsafat Jawa) yaitu: 1.Ametuaken artinya manusia berkewajiban untuk melahirkan ide atau gagasan, ingatlah filsafat ilmu: digembol ora mendosol, diguwak ora kemrosak artinya jika kita miliki akan membuat kita berkasrisma apalagi kita menerapkanya, akan sangat bermanfaat. Yang kde-dua adalah Maweh Binojana yang artinya manusia wajib untuk mencari makan dan memberi makan pada orang lain baik anak maupun teman, keluarga. Dalam pustaka suci dijelaskan bahwa saat Tuhan menciptakan kamu dengan perut, maka kewajiban kamu adalah makan. Ketiga Mitulung Urip artinya memberi perlindungan kepada diri sedniri, keluarga bangsa dan Negara. Mangupadaya artinya manusia wajib menuntut ilmu dan memberikan ilmu pada orang lain dan membekali anak dengan ilmu. Sinangaskara artinya manusia berkewajiban untuk menyucikan lahir dan batin sang Atman, keluarga, anak dan leluhur. 

Persembahyangan pemujaan, persembhana bebantenan, dan prayascita semua hasil pikiran manusia yang tajam adalah  adalah merupakan kegiatan Sinangaskara atau penyucian bhuana alit dan bhuana agung yang menyebabkan kemuliaan hidup. Ada 4 (empat) tipe pemuja Tuhan yaitu Mereka yang menderita, Mereka yang ingin kekayaan, Mereka yang ingin meningkatkan ilmu, dan Mereka yang bijaksana, Semuanya diterima oleh Tuhan sebagai sebuah persembahan bhakti, jadi jangan sampai kita membeda-bedakan umat yang dating ke pura


Kita semua berharap semoga melaui momentum Tumpek Landep ini kita sebagai manusia mampu menajamkan pikiran perkataan, dan perbuatan, sehingga kita menjadi manusia utama, tidak lupa juga kita berharap lebih bisa memiliki pratyaksa, anumana dan sabda pramana sebagai ciri manusia Hindu yang berwiweka, sehingga kita tidak mudah diadu domba dan menuruti nafsu indria. 

Jalan Santai Kerukunan Umat Beragama Se-prov. Kepulauan Riau Tahun 2015

Pada hari Sabtu, tanggal 9 Mei 2015 bertempat di gedung Daerah, Kota Tanjung Pinang, Pemprov. Kepulauan Riau bekerja sama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau, FKUB Prov. Kep. Riau  mengadakan Jalan Santai Kerukunan Umat Beragama Se-Prov. Kep. Riau. Acara ini dilepas secara resmi oleh Gubernur DATI I Prov. Kep. Riau, Drs. H. Muhammad Sanni. Acara ini mengambil rute Gedung daerah, depan RS Angkatan Laut, depan KPPN, depan Kantor Pajak Pratama Tanjung Pinang kembali lagi ke Gedung Daerah.

Acara ini diikuti lebh kurang 5000 peserta yang berasalah dari sleuruh kabupaten kota se Kep. Riau. Dari perwakilan Hindu Hadir Pembimas Hindu Kanwil Kep. Riau, Penyelenggara Hindu Kota Batam Eko Prasetyo, Ir. Wayan Jasmin (Ketua Parisada Kep Riau) yang juga menyumbang 1 (satu) unit telivisi LED 24 Inch. Hadir Juga penyuluh Agama Hindu, Ketua Parisada kota Tanjung Pinang, Parisada Kota Bintan dan Batam.

Acara dipandu oleh Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd didamping Albertus Adi Kurniawan. Peserta begitu antusias karena doorprize yang diperebutkan sangatlah menarik. Grandprize 2 (dua) unit motor.

Ketua Parisada Prov. Kepulauan Riau, Ir. I Wayan Jasmin didampingi Pembimas Hindu Kanwil Kepuluan Riau, Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd mengambil secara acak nomor undian doorprize jalan santai kerukunan

Minggu, 03 Mei 2015

Banyu Pinaruh Saraswati Umat Hindu Batam

Upacara Banyu Pinaruh Umat Hindu batam dilaksanakan pada Hari Minggu pagi, tanggal 3 Mei 2015 di Pantai di daerah Nongsa, Kota batam. Banyu Pinaruh berasal dari kata banyu yang artinya air dan pinaweruh yang artinya pengetahuan, jadi Banyuu Pinaruh artinya sari - sari ilmu pengetahuan yang kita dapat dari Sang Hyang Aji Saraswati melalui sarana air, amertha.

Acara ini diikuiti oleh seluruh siswa dan siswa pasraman Jnana Sila Bhakti Kota batam dan umat Hindu Kota Batam.

Upacara ini bertujuan memohon anugerah berupa sari - sari ilmu pengetahuan dari Sang Hyang Aji Saraswati. Biasanya dilakukan di sumber - sumber air seperti pantai dan sumber air lainya.

Pawintenan Saraswati Sisya (siswa) Pasraman Jnana Sila Bhakti Kota Batam

Umat Hindu di Indonesia perlu berbangga karena kali ini perayaan Hari Suci Saraswati bersamaan dengan Hari Pendidikan nasional (Hardiknas) yang dicetuskan oleh Bapak Pendidikan Kita, Ki Hajar Dewantara. Beliau mengajarkan kepada kita tentang 3 (tiga) hal yaitu: ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani yang artinya bahwa ketika di depan kita harus memberi contoh, ketika pemimpin itu di tengah maka dia membangkitkan semangat, dan ketika berada di belakang maka pemimpin mendorong semangat dan aspirasi dari belakang. Dan Pada hari Senn anak - anak yang duduk di kelas 3 SMP akan melaksanakan Ujian Nasional.

Hari saraswati dimaknai dengan hari turunya ilmu pengetahuan suci Weda melalui Sang Hyang Aji Saraswati. Brahma menciptakan Catur Weda dengan kekuatan Sakti Dewi Saraswati. Banyak umat yang melakukan upacara pemujaan dengan menghaturkan sesaji ke pura dan tempat ibadah umat Hindu yang lainnya seperti candi, basarah dll.

Di kota Batam perayaan Saraswati dilaksanakan di Pura Agung Amertha Bhuana Kota Batam. Pengempon Pura mengadakan pawintenan Saraswati bagi Siswa dan siswi Pasraman agar dalam belajar ilmu di sekolah umum maupun belajar agama Hindu di Pasraman dapat dengan mudah menyerap ilmu yang diperoleh. Winten berasal dari kata intan di mana setelah diwinten maka anak-anak diharapkan dapat memiliki pikiran setajam intan sehingga dapat dengan mudah menghafal ilmu yang ada dalam buku maupun yang diajarkan oleh Guru di sekolah.