Rabu, 16 November 2016

Melalui Pujawali VII Pura Agung Amerta Bhuana Purwadi Ajak Umat Hindu Hargai Para Pendahulu dan Pendiri Pura

Pada Pujawali VII Pura Agung Amerta Bhuana, Kota Batam, Senin 14 Nopember 2016, Purwadi, S.Ag, Selaku penyuluh Agama Hindu pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau. Berkesempatan menyampaikan dharma wacana/siraman rohani di hadapan umat Hindu di Kota Batam. Halaman Utama Mandala pura penuh sesak dengan umat seolah tidak mau kalah dengan dingin dan hujan gerimis yang turun di kota Batam.

Pada awalnya Purwadi menjelaskan awal mula terjadinya pujawali, mengapa harus melaksanakan pujawali atau piodalan dan juga Filosophy agama Hindu. Piodalan berasal dari kata Wedhal keluar atau lahir. Umat Hindu identik dengan dengan acara, upakara atau ritual. Dan umat Hindu di Batam kali ini melaksanakan Piodalan VII. Mengapa umat hindu di Batam harus melaksanakan piodalan? Mengapa ini terjadi?

Piodalan Mengulang sejarah proses sebelum adanya pura dan juga sesudah pura itu ada. Pujawali atau piodalan sebagai Wujud terima kasih kepada leluhur, penggagas dan pendahulu oleh generasi penerusnya. Wujud terim kasih itu berupa pelestarian budaya sebagai bagian dari upaya pembumian ajaran Weda.

Mengapa piodalan di Kota Batam jatuh dan ditetakan pada rahine tertentu yaitu setiap Purnama sasih kelima? Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah Untuk mempermudah mengingat, penanda awal berdirinya pura. Dan malam ini bertepatan dengan bulan purnama yang special dan langka di mana sinar bulan tampak lebih besar. Ini harus kta syukuri bersama. Pujawali juga sebagai wujud syukur kepada leluhur kita Hindu. Umat Hindu di Kota Batam sudah ngayah dari awal hingga hari ini dengan penuh keikhlasan dan itulah yajna. Pujawali bukan hanya kewajiban pemangku, panitia atau umat Hindu di kota Batam saja tetapi sebagai tanggung jawab kita bersama.

Agama Hindu tidak bisa lepas dari budaya, budaya tidak bisa lepas dari agama. Sebagai contoh adalah budaya atau tradisi dalam yajna upakara, dan penggunaan banten. Serati banten, panitia jero mangku dan umat mempersiapkan semuanya. Dibentuk sedemikian rupa sedemikian indahnya dengn hati tulus. Suatu bentuk seni budaya dalam bentuk bebantenan sesuai dengan karakter masing – masing di setiap pelinggih yang berbeda-beda.

Hindu mungkin adalah satu – satunya agama di Indonesia yang tempat ibadahnya terbuka. Agama yang lain ada yang rumah ibadahnya selalu tertutup. Untuk itu harus ada kajian melalui seminar dan lain sebagainya. Lebih lanjut Purwadi menerangkan bahwa Agama Hindu mempunyai konsep tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Upakara, etika dan tattwa.
Upakara tidak terlepas budaya. Agama tidak ada budaya dan senin maka tidak akan menarik. Contoh nyata adalah baju, kamben dan lain sebagainya. Budaya sebagai hasil karya manusia. Jika tidak memakai baju maka bisa saja orang ke pura tidak pakai baju, lalu apakah itu sopan dan beretika?

Dalam Agama Hindu kita mengenal Tuhan bersifat trasendent (tidak berwujud) dan imanen (berwujud). Manusia tidak bisa melihat dan memikirkan bentuk Tuhan maka dibuatkan simbol yantra dan tantra dan mantra. Sebagai Contoh daksina linggih sedemikian rupa dari bahan pilihan. Kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan tentunya yang terbaik. Bahan daksina semua bahan mentah. Daksina linngih diiringi tarian rejang dewa, sangat dihormati dan dipayungi dengan tedung oelh umat lalu distahanakan di padmasana. Kita menggambarkan pura sebagai sebuah kerajaan, ada istana, raja prajurit dan rakyat. Manusia tidak bisa memikirkan wujud Tuhan maka disimbolkan daksina linggih dalam upakara yajna  pada pujawali. Hal ini akan memudahkan kita konsentrasi dalam memuja Tuhan.

Yang kedua adalah Susila. Kita tidak terlepas dari upakara dan susila. Upakara jika tidak diikuti oleh susila maka tidak akan baik. Susila dan upakara Selalu berkaitan dengan budaya yang sesuai desa (tempat) kala (waktu) dan patra (keadaan). Walau berbeda bentuk tiap daerah tetapi intinya sama. Susila selalu berkaitan dengan etika. Sebagai contoh di Indonesia kita menerima pemberian dengan tangan itulah etika. Kalau bicara kiat pakai bahasa yang sopan dan santun.

Yang terakhir adalah Tattwa (Filsafat). Menurut Purwadi Tattwa tidak bisa dilihat tetapi dalam bentuk sabda. Kita semua bisa bersabda nahkan anak kecil bisa beradba. Sabda tidak bukan hanya sabda ajaran Maharsi tetapi suara manusia bisa dalam bentuk mantra. Kita mempersembahkan upakara dengan memegang etika maka di akhir akan berhasil dengan maksimal. pelaksanaan upakara dan etika kita melaksanakan persembahyangan berupa doa dan mantra itulah tattwanya yang tidak kelihatan karena Tuhan tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasakan. Apakah kita tahu sembahyang kita diterima? Tidak usah dipikirkan, karma adalah urusan Tuhan. Yang penting kita laksanakan upakara dan etika dengan landasan tattwa maka hasilnya akan mengikuti. Kata orang bijak Karma tidak akan salah tujuan. Tuhan juga berfiat Imanen yang artinya berwujud. Setiap tubuh manusia dan makhluk ada Atman yang merupakan bagian terkecil dari Brahman. Karena Tuhan tidak bisa dipikirkan dan dilihat maka dibualah simbol yantra dan tantra. Tuhan bisa di rasakan kehadirannya. Manusia memiliki rasa, bisa terasa dan merasakan. Tetapi di mana letak rasa? Apakah di kulit di mata? Apakah di lidah atau telinga?

Rasa dapat di rasakan dalam satu kesatuan oleh panca indera kita. Contoh pada upakara adalah mana yang lebih utama dalam sebuah banten? Apakah canang? Apakah daksina atau Pejati? Jawabnnya tidak. Tidak ada banten yg mewakili satu banten untuk semuanya kare satu kesatuan yang utuh tidak ada yang paling utama. Semua sebagai wujud syukur pada Tuhan dan Leluhur dan Ida Bethara yang kita puja.
Tuhan ada di dalam diri. Kita bisa bernafas, merasakan angin. Tetapi apa bentuk angin? Kita tidka bisa melihat tetapi bisam merasakan sejuknya angin itu. Kekuatan terbesar di dunia adalah udara yang bergerak yaitu angin. Tanpa udara manusia tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Sesorang dinyatakan masih hidup ketika masih bernafas. Lalu apa hubungannya dengan piodalan. Apakah pujawali wajib 1 tahun sekali. Apakah harus 6 bulan sekali? Semua tergantuk desa kala dan patra kita.

Kembali Purwadi menyatakan bahwa Piodalan sbg puncak sejarah dan wujud terima kasih kepada pendahulu. Sebagai pendahulu maka berkwajiban mengajarkan kepada penerusnya tentang sejarah pura di Batam dan juga memperkenalkan diri kepada generasi berikutnya. Sehingga tidak lupa melaksanakan pujawali. Maka kita tidak akan lupa akan sejarah dan melenceng dari ajaran gama Hindu. Apapun yang terjadi awalnya dari sejarah.

Pemerintah dalam hal ini Bimas Hindu Kementerian Agama memberikan apresiasi kepada umat dan panitia yang telah mepersiapkan pujawali dari awal sampai akhir. Pujawali merupakan rangkaian yang panjang. Itulah konsep bhakti dalam yajnya. Sebuah  proses perjalanan pendakian spirtual untuk memperoleh kemuliaan hidup. Membangun bangunan phisik sangat cepat. Tetapi tidak dengan pengembangan SDM dan sebagainya.

Proses gambaran siklus baik siklus pengembangan SDM dan bangunan pisik itu tidak bisa langsung sekaligus tetapi lewat proses. Dan puncaknya adalah perayaan hari raya keagamaan dan pujawali.

Lalu apakah yajnya kita diterima ? Kita tidak usah terlalu memikirkannya tugas kita melaksanakan bhakti hasilnya kita serahkan kepada Tuhan. Besok dan setelah kita merayakan pujawali kita akan merasakan sesuatu yang berbeda yang terjadi dalam diri kita. Pikiran akan tenang bekerja juga nyaman, ada kepuasan batin setelah sukses melaksanakan pujawali Itual tattwa yang menjiwai upakara. Tatwa tidak bisa kelhatan, tapi bisa kita rasakan. Sama seperti bernafas. Rasakan nafas kita keluar dan masuk itu bentuk kentemplasi dan meditasi. Menghaturkan bhakti sesui bahasa kita (bahasa Ibu) tidak harus reng sruti pada Weda dan sebagainya. Tuhan mengetahui semua bahasa.

Pemerintah, Bimas Hindu menghimbau agar pujawali dilaksananakan sebagai mana mestinya sesuai sastra. Tidak perlu jor-joran yang penting ikhlas. Tidak perlu saling menyalahkan dalam pembuatan banten, semuanya benar tidak ada yang salah di hadapan Tuhan, neliau maha tahu tingkat keikhlasan seseorang. Contoh daksina di daerah jawa dan Bali pasti beda. Di Bali sendiri juga akan berbeda.

Sebagai contoh telur. Ada kulit luar, putih telur dan kuning telur. Kulit telur adalah upakara, putih telur adalah etika dan kuning telur adalah tattwa. Ibarat sebuah kapal maka umat adalah penumpangnya dan jro mangku atau pinandita adalah Nahkodanya. Secara umum Kita melakukan sembahyang Tri Sandhya dan Muspa.


Kemanapun dharma itu penting dan harus dipegang. Siapa yang malaksanakan dharma akan dilindungi oleh dharma. Etika jika harus dipegang erat. Etika juga bersumber pada dharma. Karena etika tidak mengajarkan keburukan dan kekersasan. Dharma adalah kebenaran. Keberan yang bagaimana? Adalah kebenaran yang hakiki yang bukan merupakan kebenaran milik kelompok tertentu dan berlaku untuk semua.