Rabu, 16 November 2016

Melalui Pujawali VII Pura Agung Amerta Bhuana Purwadi Ajak Umat Hindu Hargai Para Pendahulu dan Pendiri Pura

Pada Pujawali VII Pura Agung Amerta Bhuana, Kota Batam, Senin 14 Nopember 2016, Purwadi, S.Ag, Selaku penyuluh Agama Hindu pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau. Berkesempatan menyampaikan dharma wacana/siraman rohani di hadapan umat Hindu di Kota Batam. Halaman Utama Mandala pura penuh sesak dengan umat seolah tidak mau kalah dengan dingin dan hujan gerimis yang turun di kota Batam.

Pada awalnya Purwadi menjelaskan awal mula terjadinya pujawali, mengapa harus melaksanakan pujawali atau piodalan dan juga Filosophy agama Hindu. Piodalan berasal dari kata Wedhal keluar atau lahir. Umat Hindu identik dengan dengan acara, upakara atau ritual. Dan umat Hindu di Batam kali ini melaksanakan Piodalan VII. Mengapa umat hindu di Batam harus melaksanakan piodalan? Mengapa ini terjadi?

Piodalan Mengulang sejarah proses sebelum adanya pura dan juga sesudah pura itu ada. Pujawali atau piodalan sebagai Wujud terima kasih kepada leluhur, penggagas dan pendahulu oleh generasi penerusnya. Wujud terim kasih itu berupa pelestarian budaya sebagai bagian dari upaya pembumian ajaran Weda.

Mengapa piodalan di Kota Batam jatuh dan ditetakan pada rahine tertentu yaitu setiap Purnama sasih kelima? Hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah Untuk mempermudah mengingat, penanda awal berdirinya pura. Dan malam ini bertepatan dengan bulan purnama yang special dan langka di mana sinar bulan tampak lebih besar. Ini harus kta syukuri bersama. Pujawali juga sebagai wujud syukur kepada leluhur kita Hindu. Umat Hindu di Kota Batam sudah ngayah dari awal hingga hari ini dengan penuh keikhlasan dan itulah yajna. Pujawali bukan hanya kewajiban pemangku, panitia atau umat Hindu di kota Batam saja tetapi sebagai tanggung jawab kita bersama.

Agama Hindu tidak bisa lepas dari budaya, budaya tidak bisa lepas dari agama. Sebagai contoh adalah budaya atau tradisi dalam yajna upakara, dan penggunaan banten. Serati banten, panitia jero mangku dan umat mempersiapkan semuanya. Dibentuk sedemikian rupa sedemikian indahnya dengn hati tulus. Suatu bentuk seni budaya dalam bentuk bebantenan sesuai dengan karakter masing – masing di setiap pelinggih yang berbeda-beda.

Hindu mungkin adalah satu – satunya agama di Indonesia yang tempat ibadahnya terbuka. Agama yang lain ada yang rumah ibadahnya selalu tertutup. Untuk itu harus ada kajian melalui seminar dan lain sebagainya. Lebih lanjut Purwadi menerangkan bahwa Agama Hindu mempunyai konsep tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu Upakara, etika dan tattwa.
Upakara tidak terlepas budaya. Agama tidak ada budaya dan senin maka tidak akan menarik. Contoh nyata adalah baju, kamben dan lain sebagainya. Budaya sebagai hasil karya manusia. Jika tidak memakai baju maka bisa saja orang ke pura tidak pakai baju, lalu apakah itu sopan dan beretika?

Dalam Agama Hindu kita mengenal Tuhan bersifat trasendent (tidak berwujud) dan imanen (berwujud). Manusia tidak bisa melihat dan memikirkan bentuk Tuhan maka dibuatkan simbol yantra dan tantra dan mantra. Sebagai Contoh daksina linggih sedemikian rupa dari bahan pilihan. Kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan tentunya yang terbaik. Bahan daksina semua bahan mentah. Daksina linngih diiringi tarian rejang dewa, sangat dihormati dan dipayungi dengan tedung oelh umat lalu distahanakan di padmasana. Kita menggambarkan pura sebagai sebuah kerajaan, ada istana, raja prajurit dan rakyat. Manusia tidak bisa memikirkan wujud Tuhan maka disimbolkan daksina linggih dalam upakara yajna  pada pujawali. Hal ini akan memudahkan kita konsentrasi dalam memuja Tuhan.

Yang kedua adalah Susila. Kita tidak terlepas dari upakara dan susila. Upakara jika tidak diikuti oleh susila maka tidak akan baik. Susila dan upakara Selalu berkaitan dengan budaya yang sesuai desa (tempat) kala (waktu) dan patra (keadaan). Walau berbeda bentuk tiap daerah tetapi intinya sama. Susila selalu berkaitan dengan etika. Sebagai contoh di Indonesia kita menerima pemberian dengan tangan itulah etika. Kalau bicara kiat pakai bahasa yang sopan dan santun.

Yang terakhir adalah Tattwa (Filsafat). Menurut Purwadi Tattwa tidak bisa dilihat tetapi dalam bentuk sabda. Kita semua bisa bersabda nahkan anak kecil bisa beradba. Sabda tidak bukan hanya sabda ajaran Maharsi tetapi suara manusia bisa dalam bentuk mantra. Kita mempersembahkan upakara dengan memegang etika maka di akhir akan berhasil dengan maksimal. pelaksanaan upakara dan etika kita melaksanakan persembahyangan berupa doa dan mantra itulah tattwanya yang tidak kelihatan karena Tuhan tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasakan. Apakah kita tahu sembahyang kita diterima? Tidak usah dipikirkan, karma adalah urusan Tuhan. Yang penting kita laksanakan upakara dan etika dengan landasan tattwa maka hasilnya akan mengikuti. Kata orang bijak Karma tidak akan salah tujuan. Tuhan juga berfiat Imanen yang artinya berwujud. Setiap tubuh manusia dan makhluk ada Atman yang merupakan bagian terkecil dari Brahman. Karena Tuhan tidak bisa dipikirkan dan dilihat maka dibualah simbol yantra dan tantra. Tuhan bisa di rasakan kehadirannya. Manusia memiliki rasa, bisa terasa dan merasakan. Tetapi di mana letak rasa? Apakah di kulit di mata? Apakah di lidah atau telinga?

Rasa dapat di rasakan dalam satu kesatuan oleh panca indera kita. Contoh pada upakara adalah mana yang lebih utama dalam sebuah banten? Apakah canang? Apakah daksina atau Pejati? Jawabnnya tidak. Tidak ada banten yg mewakili satu banten untuk semuanya kare satu kesatuan yang utuh tidak ada yang paling utama. Semua sebagai wujud syukur pada Tuhan dan Leluhur dan Ida Bethara yang kita puja.
Tuhan ada di dalam diri. Kita bisa bernafas, merasakan angin. Tetapi apa bentuk angin? Kita tidka bisa melihat tetapi bisam merasakan sejuknya angin itu. Kekuatan terbesar di dunia adalah udara yang bergerak yaitu angin. Tanpa udara manusia tidak bisa bernafas dan akhirnya mati. Sesorang dinyatakan masih hidup ketika masih bernafas. Lalu apa hubungannya dengan piodalan. Apakah pujawali wajib 1 tahun sekali. Apakah harus 6 bulan sekali? Semua tergantuk desa kala dan patra kita.

Kembali Purwadi menyatakan bahwa Piodalan sbg puncak sejarah dan wujud terima kasih kepada pendahulu. Sebagai pendahulu maka berkwajiban mengajarkan kepada penerusnya tentang sejarah pura di Batam dan juga memperkenalkan diri kepada generasi berikutnya. Sehingga tidak lupa melaksanakan pujawali. Maka kita tidak akan lupa akan sejarah dan melenceng dari ajaran gama Hindu. Apapun yang terjadi awalnya dari sejarah.

Pemerintah dalam hal ini Bimas Hindu Kementerian Agama memberikan apresiasi kepada umat dan panitia yang telah mepersiapkan pujawali dari awal sampai akhir. Pujawali merupakan rangkaian yang panjang. Itulah konsep bhakti dalam yajnya. Sebuah  proses perjalanan pendakian spirtual untuk memperoleh kemuliaan hidup. Membangun bangunan phisik sangat cepat. Tetapi tidak dengan pengembangan SDM dan sebagainya.

Proses gambaran siklus baik siklus pengembangan SDM dan bangunan pisik itu tidak bisa langsung sekaligus tetapi lewat proses. Dan puncaknya adalah perayaan hari raya keagamaan dan pujawali.

Lalu apakah yajnya kita diterima ? Kita tidak usah terlalu memikirkannya tugas kita melaksanakan bhakti hasilnya kita serahkan kepada Tuhan. Besok dan setelah kita merayakan pujawali kita akan merasakan sesuatu yang berbeda yang terjadi dalam diri kita. Pikiran akan tenang bekerja juga nyaman, ada kepuasan batin setelah sukses melaksanakan pujawali Itual tattwa yang menjiwai upakara. Tatwa tidak bisa kelhatan, tapi bisa kita rasakan. Sama seperti bernafas. Rasakan nafas kita keluar dan masuk itu bentuk kentemplasi dan meditasi. Menghaturkan bhakti sesui bahasa kita (bahasa Ibu) tidak harus reng sruti pada Weda dan sebagainya. Tuhan mengetahui semua bahasa.

Pemerintah, Bimas Hindu menghimbau agar pujawali dilaksananakan sebagai mana mestinya sesuai sastra. Tidak perlu jor-joran yang penting ikhlas. Tidak perlu saling menyalahkan dalam pembuatan banten, semuanya benar tidak ada yang salah di hadapan Tuhan, neliau maha tahu tingkat keikhlasan seseorang. Contoh daksina di daerah jawa dan Bali pasti beda. Di Bali sendiri juga akan berbeda.

Sebagai contoh telur. Ada kulit luar, putih telur dan kuning telur. Kulit telur adalah upakara, putih telur adalah etika dan kuning telur adalah tattwa. Ibarat sebuah kapal maka umat adalah penumpangnya dan jro mangku atau pinandita adalah Nahkodanya. Secara umum Kita melakukan sembahyang Tri Sandhya dan Muspa.


Kemanapun dharma itu penting dan harus dipegang. Siapa yang malaksanakan dharma akan dilindungi oleh dharma. Etika jika harus dipegang erat. Etika juga bersumber pada dharma. Karena etika tidak mengajarkan keburukan dan kekersasan. Dharma adalah kebenaran. Keberan yang bagaimana? Adalah kebenaran yang hakiki yang bukan merupakan kebenaran milik kelompok tertentu dan berlaku untuk semua.

Senin, 14 Maret 2016

Nyepi, media pensucian diri dan alam semesta


Setiap tahun umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan ritual dan spiritual, sebagai wujud pengamalan ajaran Agama Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegaraHal ini sangat positif dan penting untuk dilaksanakan secara terus menerus setiap tahunnya. Mengingat ini merupakan salah satu upacara Panca Yajña yang bertujuan untuk menyucikan dan memuliakan para dewa, para maharsi, leluhur, bhuta kala dan kesejahteraan manusia serta proses membumikan ajaran Weda.

Di dalam kehidupan agama Hindu telah tumbuh keinginan umat Hindu untuk meningkatkan  cara-cara hidup beragama serta mendalami aspirasi agamanya   dengan   menggunakan   pendekatan rasionalistas dan filosofis guna menembus tabir dogmatisme, dengan menggunakan kajian sastra Hindu yang terhimpun dalam berbagai pustaka suci Veda, Lontar (nibhanda) dan sumber sastra lainnya. Peninggalan Leluhur Hindu yang adiluhung. Pelaksanaan Rangkaian hari Raya Nyepi merupakan usaha untuk mewujudkan loka samgraha (tempat atau suasana yang damai) dan juga satyam (kebenaran), sivam (kesucian), dan Sundaram (keindahan). Hal ini dilandasi oleh  Dharma Siddhiyarta yaitu: Iksa (Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (tempat), Kala (waktu), dan Tattwa (keyakinan/sastra).

Upacara Yajña  merupakan salah satu pendekatan diri kepada Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mencapai kesempurnaan lahir batin sebagaimana diungkapkan dalam sastra suci. Oleh karena itu kegiatan upacara Yajña  adalah merupakan aktivitas keagamaan yang paling tampak pertama dalam implementasi kehidupan keagamaan Hindu sesuai dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu: Tattwa, Susila dan Upakara).

Dan umat Hindu di Kota batam melaksanakan perayaan Nyepi 1938 Saka dengan sederhana tetapi penuh dengan makna. rangkaian demi rangkaian telah dlakukan. Puncaknya adalah pelaksanaan Catur Brata Penyepian pada tanggal 09 Maret 2016 selama 24 jam dari Rabu jam 06.00 WIB sampai dengan Kamis jam 06.00 WIB.
                          
Hari raya Nyepi dirayakan setiap tahun sekali pada Sasih Kesanga, biasanya jatuh pada bulan Maret atau April.  Dan pada tahun ini Nyepi jatuh pada hari Sabtu, 09 Maret 2016 yang bertepatan dengan fenomena alam yaitu gerhana matahari total (GMT). Sehingga Perayaan Nyepi tahun ini betul - betul istemewa. Bahkan alam pun ikut amati geni walau hanya beberapa menit saja. Beberapa hari sebelum Nyepi diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga. Upacara Tawur Kesanga ini dilaksanakan pada Tilem Kesanga. Keesokan harinya, pada tanggal apisan Sasih Kedasa dilaksanakan brata penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat melaksanakan Dharma Shanti.

Rangkaian Pertama Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu Batam adalah Pelaksanaan lomba-Lomba oleh Pengurus WHDI Prov. Kepulauan Riau dan WHDI Kota Batam. Karena bertepan juga dengan HUT WHDI ke XXVIII. kemudian ada agenda Bhakti Sosial di Panti asuhan di Kota Batam. Tujuan kegiatan ini adalah membantu meringankan beban sesama menyumbangkan sebagian kecil harta kita adalah termasuk perbuatan Drewya Yajña . Parisada  telah menetapkan 4,7 % penghasilan yang kita puniakan melalui sebuah Badan Dharma Nasional (BDDN). Umat Hindu bias menyalurkan punia sebesar 4,7% dari penghasilan melalui nomor rekeNing bank BDDN Parisada. Adapun peruntukan dari dana punia BDDN Parisada ini adalah untuk pemberdayaan ekonomi umat Hindu, Pendidikan (pemberian beasiswa), dan lain-lain. Daridra dewa bhawa artinya orang yang tidak mampu juga perwujudan Tuhan. Mungkin pesan ini yang ingin disampaiakan. Bahwa dengan melayani sesama maka kita melayani Tuhan. Serve all serve the God.


Pada hari Minggu, 06 Maret 2016, sekitar pukul 17.00 WIB umat Hindu Batam mengadakan Melasti di Danau Sei Ledi. Berkaitan dengan upacara Melasti dijelaskan dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala sebagai berikut:

Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana

Artinya:
Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam.

Dalam Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah:

Amet sarining amerta kamandalu ring telenging sagara

Artinya:

Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera.

Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra:

Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh

Menusucikan sthana para dewa

Jadi tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan 

Setelah upacara Melasti maka dilanjutkan dengan Taur Kesanga yang diadakan pada Hari Selasa, 8 Maret 2016. Menurut petunjuk lontar Sanghyang Aji SwamandalaTawur Kesanga termasuk upacara Bhuta Yajña . Yajña  ini dilaksanakan manusia dengan tujuan untuk menumbuhkan kesejahteraan alam lingkungan. Dalam Sarasamuscaya 135 (terjemahan Nyoman Kajeng) disebutkan bahwa untuk mewujudkan Catur Warga, manusia harus menyejahterakan semua makhluk (Bhutahita).

“Matangnyan prihen tikang bhutahita haywa tan masih ring sarwa prani.”
Artinya:

Oleh karenanya, usahakanlah kesejahteraan semua makhluk, jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk.

“Apan ikang prana ngaranya, ya ika nimitang kapagehan ikang catur warga, mang dharma, artha kama moksha.”

Artinya:

Karenanya kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
            
Upacara Tawur Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara taur juga bertujuan untuk menyeimbangkan energy alama, karena alam terdiri dari energy positif dan negative. Melalui prosesi taur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan kekuatan unsur bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.

upacara Taur Kesanga identik dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat Hindu Batam membuat 2 (dua) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala dan sifat buruk manusia. Yang mengarak ogoh-ogoh ini juga terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.

Pada tanggal satu Sasih Kedasa tepat pada hari Rabu 09 Maret 2016, dilaksanakan brata penyepian. Brata penyepian ini dijelaskan dalam lontar Sundarigama sebagai berikut:

“…..enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma anyambut karya, sakalwirnya, ageni-geni saparanya tan wenang, kalinganya wenang sang wruh ring tattwa gelarakena semadi tama yoga ametitis kasunyatan.”

Artinya:

“….besoknya, Nyepi, tidak menyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, berapi-api dan sejenisnya juga tidak boleh, karenanya orang yang tahu hakekat agama melaksanakan samadhi tapa yoga menuju kesucian.”
           
Parisada Hindu Dharma Indonesia telah mengembangkan menjadi Catur Brata Penyepian untuk umat pada umumnya yaitu:

  1. Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah bukan hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah dalam diri kita sendiri.
  2. Amati Karya (tidak bekerja). Maksudnya menyepikan indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi, mengendalikan indera-indera kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi pada Brahman.
  3. Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya adalah kita tidak membiarkan pikiran mengembara tak tentu arah, pikiran senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan hal-hal tentang keagungan Brahman.
  4. Amati Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa kita harus membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton TV, musik dan sebagainya.
Tujuan utama Catur Brata Penyepian adalah untuk menguasai diri, menuju kesucian hidup agar dapat melaksanakan dharma sebaik-baiknya menuju keseimbangan dharma, artha, kama dan moksha.   Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Taur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan masa datang. Taur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar.

Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil perlu diimbangi dengan perbuatan member, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan member perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti memotivasi umat Hindu untuk selalu menyeimbangkan jiwa.

Hendaknya Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tinggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.

Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spiritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcanaUpawasa artinya melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam. Kata “upawasa” dalam Bahasa Sanskerta berarti kembali suci. Mona artinya tidak bicara (termasuk dalam pikiran). Dhyana artinya melakukan pemusatan pikiran pada Brahman atau lebih sering disebut meditasi. Arcana yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.

Dan pada hari Kamis, 10 Maret 2016 Umat Hindu melaksanakan upakara Ngembag Geni. Ngembag Geni merupakan rankaian pelaksanaan Nyepi di mana umat Hindu kembali melakukan aktifitas bekerja seperti biasa, seperti memasak, berdagang, bertani dan lain sebagainya. Walaupun Nyepi sudah berakhir tetapi bukan berarti kita boleh mengumbar hawa nafsu yang berlebihan. harus ada perubahan sifat dari sebelumnya sehingga terjadi peningkatan diri dan spirirtual. Umat Hindu merayakan Ngebag Geni dengan berkunjung ke sanak saudara, mengunjungi sesepuh umat dan berkumpul bersama membicarakan dharma kehidupan. Menyampaikan pesan dharma (dharma vada). Dan sebagai puncaknya akan dilaksanakan dharma santi (sima krama) saling maaf memaafkan.
.   
Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan, namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan. Umat Hindu sangatlah beragam, ada yang di Bali, di Jawa, Kalimantan (Kaharingan), dan daerah lainnya, di mana pelaksanaan ritualnya pastilah berbeda. Hindu menghargai perbedaaan itu, demikian pula peryaaan Nyepi yang berbeda di setiap daerah. Semoga Keberagaman menjadi perekat persatuan.











Ogoh-Ogoh, simbol sifat buruk manusia yang harus dikurangi

Pada Hari Selasa, 08 Maret 2016 bertempat di Lapangan Parkir Pura Agung Amertha Bhuana, Umat Hindu Kota Batam menyelengarakan persembahyangan bersama dalam rangka Taur Agung Nyepi 1938 Saka seklaigus melaksanakan pawai Ogoh – Ogoh.  Acara diikuti oleh sedikitnya 200 jiwa umat Hindu yang berdomisili di Kota Batam. Hadir dalam kesempatan itu Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd, Pembimas Hindu pada Kanwil kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau. Hadir juga Eko Prasetyo, S.Ag, penyelenggara Hindu kantor Kementerian Agama Kota Batam. Beserta ketua Lembaga agama keagamaan Hindu se-Kota Batam dan Kepulauan Riau. 

Tujuan dari Upacara Taur Agung ini adalah harmonisasi alam semesta sehingga tercipta keseimbangan antara energi positif dan negativ. Sehingga energi negative tidak dominan dan tidak menguasai pikiran manusia. Taur Agung merupakan implementasi ajaran Tri Hita Karana yang artinya 3 (tiga) hubungan yang menyebabkan kebahagiaan manusia yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan sekitar tempat kita tinggal.

Di Sela-sela prosesi acara Pembimas Hindu dan Ketua Parisada Prov. Kepulauan Riau menjelaskan kepada media massa baik cetak dan elektronik bahwa Perayaan Nyepi tahun ini adalah sebauah sinergi yang baik antara umat Hindu, Pengurus Umat dan Pemerintah. Acara ini merupakan kerja keras panitia yang dipelopori oleh Parisada Provinsi Kepulauan Riau dan Parisada Kota Batam. Ke depan hal baik seperti ini harus kita tingkatkan dengan tetap memelihara Tri Kerukunan Umat beragama di Kota Batam. Beliau juga berpesan agar pawai Ogoh – ogoh dilaksanakan dengan tertib, tidak mengganggu pengguna jalan dan membuang sampah pada tempatnya.

Tujuan upacara Taur kesanga adalah menghilangkan energi negatif alam semesta. Hal ini dilambangkan dengan pawai ogoh-ogoh. Ogoh – ogoh merupakan penggambaran bhuta kala dan sifat buruk manusia seperti marah, iri, serakah, benci, malas dan sebagainya. Kita harus mampu memerangi sifat buruk kita yang merupakan musuh dalam diri manusia. Sehingga di akhir acara pawai ogoh –ogoh umat Hindu membakar 2 (dua) ogoh-ogoh yang artinya kita membakar dan memusnahkan sifat buruk kita. Kali ini Ogoh – ogoh sangat menarik karena umat Hindu Kota Batam membuat 2 (dua) ogoh –ogoh yang diusung dan dimainkan oleh laki-laki dan perempuan. Setelah rangkaian upacara Taur Agung dan pawai ogoh – ogoh umat Hindu akan dapat melaksanakan prosesi Catur Brata penyepaian dan menyambut tahun baru Saka 1938 Saka selama 24 jam dengan tenang dan damai. Adapun Catur Brata Penyepian adalah: 1) amati karya artinya tidak bekerja, 2) amati geni artinya tidak menyalakan api, 3) amati lelungan artinya tidak bepergian, 4) amati lelanguan artinya tidak menikmati hiburan yang menyebabkan pemuasan hawa nafsu. Catur Brata Penyepian dimulai pada Hari Rabu, 09 Maret 2016 berakhir pada hari Kamis, 10 Maret 2016. Dari Perayaan Catur Brata Penyepian diharapkan terwujudnya Keberagaman sebagai perekat persatuan yang sesuai dengan tema Perayaan Nyepi Nasional.


Melasti, Hilangkan kekotoran bhuana agung dan bhuana alit

Pada hari Minggu, 06 Maret 2016 umat hindu Kota Batam menyelenggarakan Upacara Melasti sebagai rangakaian Upacara Nyepi 1938 Saka di danau Sei Ledi, Sekupang Batam. Kegiatan diikuti oleh lebih kurang 150 orang. Dalam acara itu hadir Eko Prasetyo, S.Ag, Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam. Hadir juga ketua Parisada Prov. Kepulauan Riau, Wayan Jasmin, Ketua WHDI Kota dan Provinsi, Parisada Kota Batam serta ketua lembaga agama keagamaan se-Kota batam.

Acara dimulai pada pukul 17 WIB dan selesai pada pukul 19.00 WIB. Dalam agama Hindu melasti juga disebut dengan Mekiyis. Melasti bertujuan untuk menyucikan sarana dan prasarana upacara yang akan digunakan dalam perayaan Nyepi berikutnya seperti Taur Agung Kesanga yang jatuh pada hari Selasa, 08 Maret 2016. Melasti juga bertujuan untuk memohon kesucian lahir dan batin serta memohon tirtha amertha yang bermanfaat dalam kehidupan umat Hindu. Dalam Sastra suci dijelaskan “Amet sarining tirtha kamandalu ring telenging segara” yang artinya bahwa melasti bertujuan untuk menyerap sari-sari tirtha amerta (tirtha kehidupan) dari tengah-tengah lautan/segara). Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari surat edaran Parisada Pusat yang diteruskan kepada umat oleh Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI Jakarta. Perayaan Melasti sesuai dengan Tema Nyepi 1938 saka yang ditetapkan oleh Parisada yaitu Keberagaman Perekat Persatuan. Artinya bahwa walaupun kita berbeda-beda tetapi justru itu sebagai sarana perekat persatuan umat Hindu. Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Dalam susastra suci, melasti juga berarti ”anglukataken laraning jagat” yang artinya menghilangkan kekotoran dunia ini baik bhuana agung maupun bhuana alit.



GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL BIMAS HINDU KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KOTA BATAM


Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Bimas Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam, maka diperlukan sinergi dan kerja sama dari semua pihak, pimpinan lembaga agama dan lembaga keagamaan Hindu. Penyelenggara Bimas Hindu menyelenggarakan sosialisasi gerakan nasional revolusi mental di Pura (rumah ibadah Hindu) dan dari rumah ke rumah setiap ada pertemuan umat dalam satu banjar muali bulan Januari Tahun 2016. Adapun poin-poin gerakan nasional revolusi mental tersebut adalah:
1.       Mendorong kepada umat Hindu se-Kota Batam untuk gemar membaca kitab suci Weda:
2.       Mendorong putra dan putrinya untuk mempelajari Kitab suci Weda dengan membaca sloka, palawakia, kidung keagamaan dan saran persembahyangan dari yang sederhana dahulu seperti canang sari dan kewangen;
3.       Mendorong putra dan putrinya untuk terus aktif belajar di Pasraman Jnana Sila Bhakti;
4.       Mengajarkan kepada putra putrinya untuk membaca doa sebelum memulai aktivitas sehari-hari menurut agama Hindu;
5.       Melaksanakan sembahyang Tri Sandhya 3 (tiga) kali sehari;
6.       Menghimbau kepada umat untuk menjaga kebersihan, keamanan dan ketertiban serta kesucian Pura (ikut merasa memiliki);
7.       Menghimbau kepada warga banjar atau umat Hindu untuk berdana punia (Bersedekah) sesuai dengan kemampuan tanpa ada paksaan;
8.       Menjaga kerukunan intern dan ekstern umat beragama;
9.       Mendukung program pemerintah seperti Anti korupsi, Indonesia sehat, kemandirian ekonomi, anti narkoba, penyalahgunaan obat terlarang dan miras, anti rokok, pencegahan penyebaran HIV AIDS, kantibmas, dsb;
10.   Melaksanakan kajian – kajian nilai - nilai keagamaan melalui Sad Dharma: dharma gita (seni membaca dan melagukan kitab suci Weda), dharma santi (berkumpul menyatukan pendapat), dharma wacana (ceramah Agama), dharma thula (Dialog dan tanya jawab keagamaan), dan dharma sadhana (disiplin spiritual), Dharma Yatra (mengunjungi tempat suci), dan Dharma Sadhana (disiplin spiritual).

      Penyelenggara Bimas Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam juga menghimbau kepada Pimpinan Lembaga Agama (Majelis/Parisada Hindu Dharma Kota Batam) dan Lembaga Keagamaan Hindu seperti Badan Otorita Pura Agung Amertha Bhuana (BOP), Wanita Hindu Dharma Indoneisa (WHDI) Kota Batam, Unit Kerohanian Hindu Batamindo (UKHB), dan Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu yaitu Pasraman Jnana Sila Bhakti dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta seluruh Ketua Banjar Se-Kota Batam untuk melaksanakan dan mendukung Gerakan Nasional Revolusi Mental dengan cara:

      Bimas Hindu juga wajib membuat Spanduk yang berisikan pesan revolusi mental dengan bekerja sama dan berkoordinasi dengan Pimpinan Lembaga/Majelis yang ada di Kota Batam, di samping juga membuat kegiatan yang berhubungan dengan Gerakan nasioanl Revolusi Mental, contoh: seminar Dharma wacana (ceramah keagamaan), Bakti Sosial, Kerja Bhakti, donor darah, senam, pembinaan generasi muda, sosialisasi anti narkoba, sosialisasi HIV AIDS, anti rokok, dll;

      Penyelenggara Hindu juga Mensosialisasikan 5 (lima) budaya kerja di lingkunngan Pura dan Banjar se-Kota Batam seperti: Integritas/kejujuran, pengabdian, dedikasi pada pekerjaan (Keselarasan antara hati, pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik dan benar). Profesionalitas (Bekerja secara disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan hasil terbaik), Inovatif (Menyempurnakan yang sudah ada dan mengkreasi hal baru yang lebih baik); Tanggung Jawab (Bekerja secara tuntas dan konsekuen) yang terakhir adalah Keteladanan (Menjadi contoh yang baik bagi orang lain).


Kegiatan Sosialisasi Kurikulum 2013 bagi Guru Agama Hindu di Kepulauan Riau

Pada Hari Sabtu 12 Desember s/d Minggu, 13 Desember 2015 Pembimas Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Keupulauan Riau menyelenggarakan kegiatan Kegiatan Sosialisasi Kurikulum 2013 di Provinsi Kepulauan Riau di Aula Kudri Syam, Kantor Kementerian Agama Kota Batam, Jl. Ir Sutami, Sei Harapan, Kota Batam. Acara ini diikuti oleh lebih kurang 20 (dua puluh) peserta yang berasal dari guru-guru Pasraman Jnana Sila Bhakti Kota Batam dan Pasraman Brahma WIdya Satwika Kabupaten Bintan.
            Acara ini mengambil tema Melalui Kegiatan Sosialisasi Kurikulum 2013 Kita tingkatkan Profesionalisme Guru Pasraman dalam upaya memajukan pendidikan Keagamaan Hindu. Acara dibuka secara resmi oleh Ka-Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau dalam hal ini diwakili oleh Bpk. Lukman. Acara juga dihadiri oleh Pembimas Hindu, Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd. juga dihadiri oleh Eko Prasetyo, S.Ag selaku penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam.
            Paparan pertama disampaikan oleh Bpk. Lukman kemudian dilanjutkan dengan Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd, Pembimas Hindu dengan Materi strategi memajukan pendidikan Keagamaan Hindu di Provinsi Kepulauan Riau. Kagiatan ini sangat bermanfaat bagi para guru khususnya guru-guru yang mengajar agama Hindu di Pasraman. Mengingat aspek penilaian dalam kurikulum 2013 sangat komplek dan menyeluruh mulai dari toeri, sikap dan praktek keagamaan. Guru diharapkan mampu meningkatkan kompetensi sehingga dapat mentransfer ilmu dengan baik. 

Kegiatan Pembinaan Siswa Pasraman di Kepulauan Riau

Pada Hari Minggu, 13 Desember s/d Senin, 14 Desember 2015 Pembimas Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Keupulauan Riau menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Siswa Pasraman di Wilayah Provinsi Kepulauan Riau di Aula Kudri Syam, Kantor Kementerian Agama Kota Batam, Jl. Ir Sutami, Sei Harapan, Kota Batam. Acara ini diikuti oleh lebih kurang 20 (dua puluh) peserta yang berasal dari siswa-siswi Pasraman Jnana Sila Bhakti Kota Batam dan Pasraman Brahma Widya Satwika Kabupaten Bintan.
            Acara ini mengambil tema Melalui Kegiatan Pembinaan Siswa Pasraman Kita Tumbuhkan Kualitas dan Daya Saing Siswa Pasraman dalam bidang Agama Hindu. Acara dibuka secara resmi oleh Ka-Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau, Drs. H. Marwin, M.Ag. Acara juga dihadiri oleh Pembimas Hindu, Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd. juga dihadiri oleh Eko Prasetyo, S.Ag selaku penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam.

            Paparan pertama disampaikan oleh Drs. H. Marwin, M.Ag selaku Ka-Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau dengan topik Peran Pemuda dalam Pembangunan Bangsa. Paparan berikutnya disampaikan oleh Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd selaku Pembiams Hindu dengan Materi Makna Sarana Persembahyangan. Anak-anak begitu antusias mengikuti kegiatan ini dari awal sampai akhir. Dari kegiatan ini diharapkan semua siswa dapat meningkat kompetensinya di bidang agama Hindu. Dari Kegiatan ini melahirkan rekomendasi bahwa perlu ada Kegiatan Perkemahan/Jambore Pemuda/Pelajar lintas agama se-Provinsi Kepulauan Riau, dan direspon dengan baik oleh Ka-Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau. Semoga dapat terlaksana.

Pembimas Hindu Kanwil Kemenag Kepri selenggarakan Kegiatan Pembinaan Ekonomi Kreatif

Pada Hari Kamis, 10 Desember 2015 s/d 12 Desember 2015 Pembimas Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Keupulauan Riau menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Ekonomi Kreatif Lembaga Keagamaan Hindu Provinsi Kepulauan Riau di Aula Kudri Syam, Kantor Kementerian Agama Kota Batam, Jl. Ir Sutami, Sei Harapan, Kota Batam. Acara ini diikuti oleh lebih kurang 40 (empat puluh) peserta yang berasal dari Pimpinan Lembaga agama dan keagamaan serta lembaga pendidikan keagamaan Hindu dari Kota Batam, Kabupaten Bintan dan Kota Tanjung Pinang. Di Prov. Kepulauan sendiri ada beberpa organisasi lembaga agama dan keagamaan seperti Parisada Prov. Kepulauan Riau, Parisada Kota Batam, WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia) Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam, DPP PERDAHA (Perhimpunan Pemuda Hindu), BPH (Badan Penyiaran Hindu). Dan Pasraman Jnana Sila Bhakti (Lembaga Pendidikan Keagamaan Hindu).
            Acara ini mengambil tema Melalui Kegiatan Pembinaan Ekonomi Kreatif, Kita Wujudkan Umat Hindu yang memilikki Keterampilan dalam Pemberdayaan Lembaga Keagamaan Hindu. Acara dibuka secara resmi oleh Ka-Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau dalam hal ini diwakili oleh Pembimas Hindu, Ketut Suardita, S.Pd, M.Pd. Acara juga dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Batam yang diwakili oleh Kasubbag Tata Usaha, H. Muhammad Dirham, S.Ag, M.Sy. Acara juga dihadiri oleh Eko Prasetyo, S.Ag selaku penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam.
            Paparan pertama disampaikan oleh Drs. I Wayan Catra Yasa, MM dengan topik Kiat-Kiat Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Lembaga Keagamaan Hindu. Adapun paparan berikutnya disampaikan oleh H. Subadi, S.Ag, M.Si selaku Kabag Tata Usaha Kanwil Kementerian Agama Prov. Kepulauan Riau dengan topik Upaya Pencegahan Radikalisme Melalui Pendekatan Agama. Dan Materi yang terakhir adalah Strategi Pemberdayaan Ekonomi Umat yang disampaikan oleh I Made santika, S.Sos, M.Si, Kasubdit Pemberdayaan Umat, Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI.