Selasa, 18 April 2017

Perayaan Hari Raya Kuningan di Kota Batam



Pada hari Sabtu, 15 April 2017 umat Hindu kota Batam kembali merayakan hari raya Kuningan sebagai bagian dari rangkaian hari raya Galungan sebelumnya. Persembahyangan dilakukan pada 2 (dua) waktu yang berbeda. Di pagi harinya dilangsungkan di Pura Satya Dharma Muka Kuning, Batamindo dan pada malam harinya dilaksanakan di Pura Agung Amertha Bhuana, daerah South Link,  Kota Batam. Hadir pada kesempatan itu Penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam, pengurus majelis Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Kep. Riau dan kota Batam, Ketua BOP, Ketua UKHB, Ketua Peradah Kepri, pengurus WHDI dan lembaga keagamaan lainnya.

Menurut Putu Suardika selaku Ketua Unit Kerohanian Batamindo (UKHB) ditemui pada hari Sabtu pagi di Pura Satya Dharma, Kawasan Industri Muka Kuning, Batamindo, hal ini terjadi karena masayarakat hindu Kota Batam beragam latar belakang profesinya. Ada yang masuk kerja dan tidak bisa meninggalkan pekerjaan.

Pada malam harinya, di Pura Agung Amerta Bhuana, Kawasan South Link, Sei Ledi, I Gusti Ngurah Anom selaku Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Prov. Kepulauan Riau berkesempatan memberikan dharma wacana (ceramah keagamaan) perihal Kuningan. I Gusti juga menegaskan bahwa Hari Raya Kuningan jatuh setiap 210 hari sekali atau sekitar 6 bulan tepatnya 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari raya Kuningan jatuh setiap hari Sabtu Kliwon wuku Kuningan. Kuningan berasal dari kata “Kawuningan” yang artinya kesejahteraan dan kemakmuran. Kuningan adalah hari di mana Tuhan dan leluhur menganugerahkan kemakmuran kepada keturunannya. I Guti juga berpesan kepada para siswa pasraman agar selalu berbhakti kepada orang tua, membantu orang tua dan rajin belajar, rajin sembahyang. Karena orang tua adalah perwujudan leluhur di muka bumi ini.

Di akhir wacananya I Gusti menjelaskan bahwa dalam Kuningan menggunakan upakara sesaji yang berisi simbul tamiang dan endongan. Di sinilah terjadi pencurahan kasih sayang leluhur kepada anak cucunya dengan mendatangi kita untuk memberi berkat dan petunjuk bagi kita semua. Maka seyogyanya kita juga harus menghaturkan sesaji tempat leluhur kita berstana. Kuningan juga merupakan perlambang kasih sayang orang tua kepada anaknya yang diwujudkan dengan kompek/endongan, kolem dan Tamiang memiliki lambang perlindungan dan juga juga melambangkan perputaran roda alam yang mengingatkan manusia pada hukum alam. Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tidak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam. Tamyang sebagai simbol penolak malabahaya. Simbol cakra pada banten Kuningan menggambarkan bahwa kita juga harus memutar roda ekonomi kehidupan  Sebuah keluarga harus mampu memberdayakan potensi ekonomi keluarga. (ep2017)




Dharma Santi Nyepi 1939 Saka di Kota Batam

Pada hari Rabu, 5 April 2017, bertempat di Pondok Santai Kak Dadut, Kawasan Sei Ledi, South Link, Kecamatan Sei Beduk Kota Batam, sekitar 600 umat Hindu Kota Batam merayakan Dharma Santi sebagai acara puncak perayaan hari raya Nyepi 1939 Saka. Acara dihadiri oleh Parisada Prov. Kep. Riau, WHDI Prov. Kepulauan Riau, Penyelenggara Hindu kantor Kementerian Agama Kota Batam, Ketua lembaga keagamaan Hindu.

Dalam Sambutannya I Wayan Jasmin selaku ketua Parisada Hindu Dharma Prov. Kepulauan Riau mengajak umat Hindu untuk terus aktif dalam kegiatan keagamaan di pura. Wayan juga menyampaikan bahwa konsep dharma santi tahun ini penuh kesederhanaan berbeda dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya I Wayan Catra Yasa selaku ketua Paruman Walaka Parisadas Prov. Kepulauan Riau menyampaikan pesan bahwa umat Hindu harus mampu mengendalikan diri dan memerangi musuh dalam diri kita yang dinamakan Sad Ripu (enam musuh dalam diri manusia) yaitu kemarahan, kesombongan, kemalasan keserakahan, iri, dan kebingungan.

Wayan juga menjelaskan Sad Dharma dalam agama Hindu yang artinya enam metode pembinaan umat Hindu yaitu darmathula atau diskusi tanya jawab, dharmawacana atau ceramah keagamaan, dharmagita atau seni baca dan menyanyikan kitab suci Weda, dharma- yatra artinya berkunjung ke tempat suci, dharmasadhana melakukan latihan disiplin rohani seperti meditasi, puasa dan sebagainya, dan dharmasanti yang berarti berkumpul bersama membicarakan dan mendengarkan ajaran kebenaran.


Putu Suardika selaku Ketua Panitia pelaksana memberi apresiasi kepada umat Hindu dan panitia yang telah bekerja keras mempersiapkan segala sesuatunya. Dharma santi ini adalah dari kita, untuk kita dan oleh kita. (ep2017)

Hari Raya Galungan di Kota Batam

Bertempat di Pura Satya Dharma Muka Kuning, Batamindo, pada hari Rabu Kliwon, Wuku Dungulan, 5 April 2017, umat Hindu Kota Batam mengadakan persembahyangan bersama memuja kebesaran Tuhan di hari raya Galungan. Hari raya ini jatuh setiap 6 (enam) bulan sekali, tepatnya 210 hari. Tujuan dari peringatan hari raya ini adalah untuk merayakan kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma.

Menurut penyelenggara Hindu Galungan hari di mana umat Hindu merayakan kemenangan dhamra (kebenaran) melawan adharma (ketidak benaran). Penyelenggara Hindu mengajak Umat Hindu di Kota Batam untuk senantiasa membentengi diri dengan dharma dalam setiap gerak pikiran, perkataan dan perbuatan untuk mewujudkan loka samgraha (tempat yang damai). Kemenangan di sini bukan kemenangan dalam artian fisik dan menggunakan senjata, tetapi sejauh mana kita mengalahkan musuh dalam diri kita yang dalam agama Hindu di sebut Sad Ripu (enam musuh) yaitu: kama (nafsu yang berlebihan), loba (serakah), krodha (kemarahan), moha (kebingungan), mada (mabuk), dan matsarya (iri hati). Keenam musuh ini akan menghambat kemajuan spiritual kita dan pada akhirnya berpengaruh kepada kepribadian kita dan kita tidak bisa diterima dalam pergaulan di masyarakat. Untuk merayakan kemenangan kita dalam mengalahkan enam musuh ini maka Umat Hindu merayakan Hari raya Galungan.

Eko juga menambahkan bahwa dalam kitab Sundarigama disebutkan bahwa umat Hindu wajib merayakan hari raya Galungan setiap 6 (enam) bulan sekali atau tepatnya 210 hari sekali. Galungan hendaknya dirayakan pagi hari atau sebelum jam 12 siang. Tetapi karena banyak umat Hindu di Kota Batam yang bekerja di perusahaan-perusahaan dan instansi lainnya maka pengurus pura menggelar perayaan Galungan pada malam harinya dengan tempat yang berbeda yaitu di Pura Agung Amertha Bhuana, Kota Batam. (ep2017)



Tawur Kesanga dan Pawai Ogoh - Ogoh pada Hari Raya Nyepi 1939 Saka di Kota Batam

Pada Hari Senin tanggal 27 Maret 2017 bertempat di Lapangan Parkir Pura Agung Amertha Bhuana, Umat Hindu Kota Batam menyelengarakan persembahyangan bersama dalam rangka upacara Tawur Agung Nyepi 1939 Saka yang dilanjutkan dengan melaksanakan pawai Ogoh-ogoh dengan rute Pura sampai dengan lampu merah Universitas Internasional Batam (UIB). Acara diikuti oleh sedikitnya 600  umat Hindu yang berdomisili di Kota Batam. Hadir dalam kesempatan itu Eko Prasetyo, S.Ag, selaku penyelenggara Hindu kantor Kementerian Agama Kota Batam, Parisada Hindu Dharma Prov. Kepulauan Riau, Parisada Kota Batam, WHDI Prov. Kep. Riau, WHDI Kota Batam, Pasraman Jnana Sila Bhakti dan lembaga agama keagamaan di kota Batam.

Tawur Agung Kesanga tingkat Nasional dipusatkan di Candi Prambanan, Daerah Istemewa Yogyakarta pada tanggal 27 Maret 2017. Umat Hindu di Kota Batam juga melaksanakan upacara Tawur Agung di Pura Agung Amerta Bhuana. Tujuan dari Upacara Taur Agung ini adalah harmonisasi alam semesta sehingga tercipta keseimbangan antara energi positif dan negatif. Sehingga energi negatif tidak dominan dan tidak menguasai pikiran manusia. Taur Agung merupakan implementasi ajaran Tri Hita Karana yang artinya 3 (tiga) hubungan yang menyebabkan kebahagiaan manusia yaitu Parahyangan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, pawongan yang artinya hubungan yang harmonis antara  sesama manusia, dan Palemahan yang artinya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungan sekitar tempat kita tinggal.

Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.

Di Sela-sela prosesi acara Penyelenggara Hindu bahwa Perayaan  Nyepi tahun ini adalah sebauah sinergi yang baik  antara umat Hindu,  Pengurus Umat dan dengan Pemerintah. Acara ini merupakan kerja keras panitia yang dipelopori oleh Parisada Provinsi Kepulauan Riau dan Parisada Kota Batam. Ke depan hal baik seperti ini harus kita tingkatkan dengan tetap memelihara Tri Kerukunan Umat beragama di Kota Batam. Menurut Eko tahun ini ada 4 (empat) ogoh-ogoh yang diarak yaitu 1 (satu) ogoh-ogoh rangda yang diarak oleh laki-laki dewasa, 1 (satu) ogoh-ogoh cluluk yang diarak oleh ibu-ibu yang tegabung dalam WDHI Prov. Kep. Riau dan WHDI Kota Batam, 1 (satu) ogoh-ogoh yang diarak oleh siswa Pasraman Jnana Sila Bhakti setingkat SMP, dan 1 (satu) ogoh-ogoh yang tidak kalah meriah yang diarak oleh siswa-siswi PAUD Jnana Sila Bhakti Kota Batam.

Penyelenggara Hindu juga menjelaskan bahwa tujuan upacara Taur kesanga adalah menghilangkan energi negatif alam semesta. Hal ini dilambangkan dengan pawai ogoh-ogoh. Ogoh – ogoh merupakan penggambaran bhuta kala dan sifat buruk manusia seperti marah, iri, serakah, benci,  malas dan sebagainya. Kita harus mampu memerangi sifat buruk kita yang merupakan musuh dalam diri manusia. Sehingga di akhir acara pawai ogoh –ogoh umat Hindu membakar 2 (dua) ogoh-ogoh yang artinya kita membakar dan memusnahkan sifat buruk kita. Kali ini Ogoh – ogoh sangat menarik karena umat Hindu Kota Batam membuat 2 (dua) ogoh –ogoh yang diusung dan dimainkan oleh laki-laki dan perempuan.

I Wayan Catra Yasa juga memberikan sambutan sekaligus melepas secara resmi pawai Ogoh-ogoh Nyepi umat Hindu Kota Batam. Dalam sambutanya Wayan berpesan agar pawai ogoh-ogoh dilaksanakan dengan tertib, tidak mengganggu pengguna jalan dan membuang sampah pada tempatnya. Wayan juga menjelaskan bahwa setelah rangkaian upacara Taur Agung dan pawai ogoh –ogoh, maka umat Hindu akan dapat melaksanakan prosesi Catur Brata penyepaian dan menyambut tahun baru Saka 1939 Saka selama 24 jam dengan tenang dan damai mulai hari Selasa tanggal 28 Maret 2017 jam 06.00 berakhir Hari Rabu tanggal 29 Maret 2017 jam 06.00 . Adapun Catur Brata Penyepian menurut Wayan adalah adalah: 1) amati karya artinya tidak bekerja, 2) amati geni artinya tidak menyalakan api, 3) amati lelungan artinya tidak bepergian, 4) amati lelanguan artinya tidak menikmati hiburan yang menyebabkan pemuasan hawa nafsu. Dari Perayaan Catur Brata Penyepeian diharapkan terjadi peningkatan kualitas spiritual umat Hindu di Kota Batam.

Selanjutnya adalah rangkaian Ngembak Geni dilaksanakan pada hari Rabu pada tanggal 29 Maret 2017 mulai jam 06.00 waktu setempat. Ngembak geni secara harfiah adalah kembali menyalakan api, artinya umat Hindu mulai bekerja beraktifitas sesuai dengan swadharmanya masing-masing berlandaskan ajaran dharma atau kebenaran. Ngembak geni juga bermakna kit merayakan kemenangan setelah menjalankan Catur Brata Penyepian dengan berkunjung dari rumah ke rumah saling menyiarkan ajaran dharma dan menceritakan ajaran kebenaran atau dharma vada.

Sebagai puncaknya adalah dharma santi yang dilaksanakan pada Bulan April 2017 di Pura Agung Amerta Bhuana. Dharma Santi dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan dan budaya setempat. Iksa sakti desa kala dan tattwa. Dharma Santi Nyepi yang rencananya akan diadakan di Pura Agun Amerta Bhuana. Dharma Santi adalah simbol persatuan umat di mana umat saling bertemu, bertegur sapa menyampaikan dan mendengar pesan perdamaian dan kebenaran dalam nuansa dhama (agama). Umat Hindu saling maaf memaafkan dan melakukan simakrama

Terakhir Penyelenggara Hindu berharap agar umat Hindu dapat melaksanakan rangkaian perayaan Nyepi 1939 saka dengan baik. Semoga melalui momentum Hari Raya Nyepi 1939 Saka kita dapat melakukan instropeksi diri dan penyadaran diri untuk menjadi umat Hindu yang lebih baik.  Di samping juga mempererat peratuan umat Hindu dan antar Umat Beragama, menjaga kerukunan intern dan ekstern umat bergama menuju Batam sebagai bandar dunia yang madani. Hari Raya Nyepi 2017 di Kota Batam diharapkan juga untuk meningkatkan kerukunan internal dan eksternal umat beragama di kota Batam, menjaga kebersihan dan ketertiban umum, tidak melakukan pemborosan dengan memaksimalkan potensi yang ada dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efesien, tidak merusak flora dan fauna serta tidak mengganggu ekosistem alam yang ada, memperhatikan budaya dan kearifan loka di Bumi Melayu, senantiasa mengedepankan koordinasi dengan instansi terkait agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan dan berpedoman dan taat terhadap Tata Peraturan Perundang-Undangan

Upacara melasti Umat Hindu Kota Batam

Pada hari Minggu, 26 Maret 2017 lebih kurang 600 umat Hindu di Kota Batam menyelenggarakan Upacara Melasti sebagai rangakaian Upacara Nyepi 1939 Saka di danau Sei Ledi, Sekupang Batam. Dalam acara itu hadir  Eko Prasetyo, S.Ag, Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian  Agama Kota Batam. Hadir juga Parisada Prov. Kepulauan Riau, Parisada Kota Batam, WHDI Kepulauan Riau, WHDI Kota Batam, Pasraman Jnana Sila Bahkti serta ketua lembaga agama keagamaan se-Kota batam.

Acara dimulai pada pukul 17.00 WIB dan selesai pada pukul 21.00 WIB. Dalam agama Hindu melasti juga disebut dengan Mekiyis. Melasti bertujuan untuk menyucikan sarana dan prasarana upacara yang akan digunakan dalam perayaan Nyepi berikutnya seperti Tawur Agung Kesanga yang jatuh pada hari Senin, 27 Maret 2017. Melasti juga bertujuan untuk memohon kesucian lahir dan batin serta memohon tirtha amertha yang bermanfaat dalam kehidupan umat Hindu.

Menurut Penyelenggara Hindu bahwa upacara Melasti dijelaskan dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala yaitu Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana,” yang artinya: Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam. Lebih lanjut dalam dalam Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah: Amet sarining amerta kamandalu ring telenging sagara, yang artinya: Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera. Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra: Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh yang artinya Mensucikan sthana para dewa. Jadi tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan 

Kegiatan ini Sesuai dengan edaran dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: 27/Parisada Pusat/II/2017 perihal Kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 menetapkan Tema Nasional Hari Raya Nyepi yaitu: "Jadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI". Perayaan hari Raya Nyepi 1939 Saka juga dimaksudkan untuk Penyucian Diri dan Alam Semesta Menuju Peningkatan Kualitas Budaya kerja. Artinya jika jiwa dan raga serta alam lingkungan sudah bersih maka kita akan mudah melaksanakan tugas dan kewajiban kita sehari-hari.

Acara dilanjutkan dengan dharma wacana atau ceramah keagamaan yang disampaikan oleh I wayan Catra Yasa selaku ketua Paruman Walaka Parisada Hidu Dharma Provinsi Kepulauan Riau. Dalam wacananya Wayan Catra menegaskan bahwa umat harus mengambil intisari dan makna melasti yang bertujuan untuk memohon kesucian diri dan anugerah berupa tirtha kehidupan. Wayan juga mengajak umat Hindu kota Batam untuk berpedoman pada tema Nyepi nasional yang telah ditetapkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat yaitu Jadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI". ”Umat Hindu harus menjaga kerukunan intern dan ekstern umat bergama di kota Batam,” jelas Wayan mengakhiri wacananya.


Umat begitu antusias mengikuti prosesi Melasti dari awal hingga akhir acara. Dari acara melasti ini diharapka terjadi perubahan sikap spiritual umat Hindu di Kota Batam pada khususnya. Terjadi peningkatan kualitas spiritual sehingga terjadi perubahan sikap yang pada akhirnya bisa mencapai pencerahan batin. Demikian Penjelasan Penyelenggara Hindu kantor Kementerian Agama Kota Batam. (ep2017)